Bertempat di Kapel Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) pada hari Rabu, 26 Februari 2020 dilaksanakan Ibadah Rabu Abu yang merupakan awal masa Prapaskah, periode pertobatan dan refleksi selama 40 hari guna memperingati pencobaan dan pergumulan yang dihadapi Yesus selama Ia dibawa di padang gurun. Ibadah Rabu Abu ini bertemakan “Kolegialitas Dalam Kristus” (2 Korintus 5:20b – 6:10) yang bertujuan mengundang semua jemaat yang hadir untuk berkolega bersama dalam Kristus, menjadi kawan sekerja Allah yang setia dalam pelayanan yang kudus. Mengakui segala pelanggaran kita dengan rendah hati di hadapan Tuhan dan memberi diri untuk didamaikan.
Rabu Abu merupakan momen refleksi dan introspeksi sehingga jemaat menggunakan pakaian hitam yang melambangkan dukacita atau perkabungan. Namun hal yang lebih penting untuk direnungkan dalam ibadah ini adalah hal-hal apa saja yang perlu dipertobatkan dan diubah dalam kehidupan kita demi menjadi seorang Kristen yang sejati. Warna ungu pada dekorasi dan liturgi menyimbolkan penderitaan dan penyaliban Yesus, begitu pula dengan penderitaan manusia di dunia akibat kuasa dosa. Namun demikian, warna ungu juga menyimbolkan keagungan, sukacita dan pengharapan yang dirayakan dalam Yesus di Hari Raya Paskah.
Dalam renungan yang disampaikan Pdt. Daniel K. Listijabudi, Ph.D., kita diajak untuk merenungkan tentang kefanaan dan keberdosaan manusia. Beliau mengajak umat yang hadir dalam ibadah ini untuk memeriksa batin masing-masing. Semangat yang mendasari laku pemeriksaan batin atau laku silih ini bukanlah kerentanan dan kesalahan manusia, melainkan cinta kasih dan rahmat (kharis) yang diberikan Allah pada manusia dan dunia. Pengalaman disentuh oleh rahmat inilah yang menjadi sumber yang menggerakkan karya cinta kita kepada Tuhan dan sesama. Jemaat juga diajak untuk mengolah batin dengan serius serta mendasarkannya pada rasa syukur kepada Tuhan dan bukan pada perasaan ‘gloomy’ (semangat yang redup, gelap, tanpa semangat).
Dalam ibadah Rabu Abu ini, Pdt. Daniel K. Listijabudi dan Pdt. Nani Minarni menerakan abu di dahi tiap jemaat yang menginginkannya. Saat abu diterakan di dahi, kedua pendeta tersebut menyampaikan, “Ingatlah, Engkau berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu” (Kejadian 3:19). Kalimat ini bermakna bahwa manusia tidak selayaknya meninggikan diri di hadapan Tuhan karena manusia pada dasarnya adalah fana dan berdosa. Manusia justru harus bersyukur atas kehidupan yang sudah dianugerahkan Tuhan padanya. Manusia juga harus melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh dan bukan atas dasar paksaan atau perasaan gloomy.
Ibadah Rabu Abu ini didukung oleh para pemusik dari Komunitas Musik Teologia (KMT), para anggota Tim Ibadah Kampus (TIK), dan segenap sivitas akademika UKDW. (PKK/Inggrid)