Mengangkat tema Peace among the Nations: Reformed Theology and Geopolitical Conflicts, Biennial International Conference International Reformed Theological Institute (IRTI) yang ke-15 diselenggarakan di Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), Yogyakarta. Rangkaian kegiatan yang dihadiri oleh 49 peserta yang berasal dari Belanda, USA, United Kingdom, Hungaria, Jerman, Meksiko, Afrika Selatan, Rumania, Ukraina, dan Mesir ini diadakan pada tanggal 27-30 Juni 2024.

Melalui kegiatan dialog bertaraf internasional ini, IRTI, yang merupakan jaringan global kalangan akademisi disiplin teologi, mengajak peserta untuk mempelajari Teologi Reformed dengan selalu memperhatikan konteks dan pertanyaan dunia masa kini dalam semangat ekumenis. Konferensi tahun ini, melalui ceramah, presentasi makalah, dan diskusi akan merefleksikan secara teologis pertanyaan-pertanyaan mendesak. Bagaimana konflik geopolitik, termasuk dimensi agamanya, dipahami secara teologis? Apakah tanggung jawab politik gereja? Apakah dan dalam kondisi-kondisi seperti apa penggunaan kekuatan militer dapat dibenarkan? Apakah yang dimaksud dengan perdamaian yang adil dan bagaimana perdamaian itu dapat diwujudkan ketika orang-orang menderita karena ketidakadilan dan agresi yang besar?

Dr. Pieter Voz selaku Director Management Team IRTI menyatakan bahwa tema tahun ini dilatarbelakangi oleh konflik yang sedang terjadi di Ukraina dan Gaza. “Perang di Ukraina dan Gaza telah membawa tema perdamaian dan perang kembali ke dalam agenda teologis. Konflik-konflik ini terutama berdampak pada mereka yang terlibat langsung dan menjadi korban agresi dan teror. Pada saat yang sama, konflik-konflik ini memiliki dampak politik, ekonomi, dan sosial secara global. Meskipun negara-negara lain tidak terlibat langsung dalam perang di Ukraina, dukungan politik dan militer yang kuat dari banyak negara terhadap perlawanan Ukraina terhadap agresi Rusia menunjukkan dimensi geopolitik dan dampak konflik ini. Dan sama halnya dengan perang yang terjadi di Gaza. Perang ini telah memecah belah masyarakat di seluruh dunia,” ujarnya.

Menanggapi situasi yang terjadi, Pieter menekankan bahwa agama merupakan faktor yang sangat penting, baik maupun buruk. Di satu sisi, motif agama menjadi pembenaran untuk melakukan agresi dan teror, bahkan untuk mendeklarasikan ‘perang suci’. Di sisi lain, agama memotivasi untuk membangun perdamaian dan rekonsiliasi antara musuh dan melintasi batas-batas negara atau etnis. Tradisi agama juga berfungsi sebagai sumber penting pertimbangan moral tentang apakah dan dalam kondisi apa penggunaan kekuatan militer dapat dibenarkan untuk melindungi orang-orang yang tidak bersalah dari agresi brutal. Semua ini menuntut refleksi teologis yang mendalam, dengan urgensi yang baru.

Terkait keterlibatan UKDW, Pdt. Devina Widiningsih, M.Th., selaku Koordinator Program mengatakan bahwa hal ini membuktikan komitmen UKDW, secara khusus Fakultas Teologi, yang secara serius melakukan refleksi teologis yang kritis dan mendalam dalam melihat isu-isu, baik lokal maupun global. “Melalui keterlibatan UKDW dalam konferensi IRTI ini, UKDW dapat dilihat sebagai situs refleksi untuk menentukan dasar sekaligus melahirkan strategi-strategi segar dan kontekstual sebagai alternatif penyelesaian konflik. Selain itu, momen ini perlu dilihat juga sebagai situs relasi dan koneksi yang esensial dalam usaha kita bergerak bersama-sama dalam mewujudkan perdamaian di dunia,” ujarnya. Menurut Devina, sebagai tindak lanjut kegiatan, refleksi teologis diharapkan tidak hanya menjadi diskusi para elit akademisi, tetapi juga dapat diteruskan kepada masyarakat dan akar rumput dalam bentuk-bentuk yang lebih sederhana. [ai]

Pin It on Pinterest

Share This