Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) merupakan salah satu perguruan tinggi yang memiliki Program Studi (Prodi) Informatika dengan reputasi terbaik di Yogyakarta. Hal ini ditunjukkan dengan keterlibatannya dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan PT. Smartpro Solusi Asia. UKDW menjadi salah satu universitas bersama tujuh PTN dan PTS di Indonesia yang menerima undangan untuk mengikuti acara tersebut. FGD diadakan dalam rangka penyusunan Kajian Tata Kelola Perkembangan Teknologi Bidang Aplikasi Informatika dan berlangsung secara daring. Kemenkominfo akan membuat sebuah regulasi terkait kemajuan teknologi industri di bidang big data, artificial intelligence (AI), internet of things (IoT), cloud, dan blockchain. FGD ini dihadiri beberapa perwakilan dari instansi pemerintah, industri, asosiasi, dan akademisi.
Fakultas Teknologi Informasi (FTI) UKDW mengutus beberapa dosen dari Prodi Informatika yang sesuai dengan bidang kepakarannya untuk memenuhi undangan terbatas dari Kemenkominfo dan berpartisipasi dalam FGD tersebut. FGD pertama terkait teknologi Big Data diselenggarakan pada hari Senin, 4 Oktober 2021 diikuti oleh Restyandito, S.Kom., MSIS., Ph.D dan Budi Susanto, S.Kom., M.T. FGD terkait teknologi AI diselenggarakan pada hari Kamis, 7 Oktober 2021 diikuti oleh Gloria Virginia, S.Kom., MAI., Ph.D. dan Dr. Phil. Lucia Dwi Krisnawati, S.S., M.A. FGD terkait teknologi IoT yang diselenggarakan pada hari Senin, 11 Oktober 2021 diikuti oleh Laurentius Kuncoro Probo Saputra, S.T., M.Eng. Sedangkan FGD terkait teknologi Cloud yang diselenggarakan pada hari Senin, 18 Oktober 2021 diikuti oleh Willy Sudiarto Raharjo, S.Kom., M.Cs.
Dr. phil. Lucia Dwi Krisnawati, yang menjadi salah satu peserta FGD di bidang AI mengatakan ada empat topik yang dibicarakan yakni implementasi teknologi AI, tujuan, regulasi, dan dampaknya. “Kami berdiskusi terkait sektor-sektor yang perlu dititikberatkan dalam implementasi AI dan sejauh mana regulasi harus dibuat untuk menghindari efek over regulation dan under regulation. Dampak dari over regulation akan mengerdilkan kreativitas para pemangku kepentingan AI, sedangkan under regulation berdampak pada munculnya korban-korban baik itu masyarakat, individu atau institusi, karena tidak ada payung hukum atau regulasi yang melindungi,” terangnya.
Lebih lanjut Lucia menjelaskan dalam FGD juga dibicarakan bahwa banyak pihak industri dan start up yang menggunakan tools dan engine yang sudah diciptakan oleh negara maju, sementara Indonesia masih berada di level pengguna. “Jadi, jurang pemisahnya masih cukup tinggi karena untuk menciptakan tools dan engine sendiri tentu saja masih membutuhkan banyak waktu, biaya, dan sumber daya yang tidak sedikit. Sehingga bisa dipahami jika industri berbasis IT dengan skala besar masih menggunakan tools dan engine yang disediakan oleh negara-negara maju,” tuturnya.
Sementara itu, Restyandito, S.Kom., MSIS., Ph.D., Dekan Fakultas Teknologi Informasi (FTI) UKDW yang hadir dalam FGD bidang big data mengatakan bahwa big data dapat memberikan banyak keuntungan seperti meningkatkan akurasi, efisiensi, dan kecepatan proses. Big data juga bisa membantu meningkatkan pengambilan keputusan dengan memberikan prediksi kondisi yang akan datang. “Untuk menunjang keberhasilan implementasi big data sangat tergantung dari bagaimana kita memanfaatkan data tersebut, ada istilah overproduction underconsumption, dimana mungkin terjadi banyak data yang dikumpulkan tetapi tidak dimanfaatkan secara maksimal karena tidak tahu bagaimana memanfaatkan data tersebut. Sehingga dalam hal pemerintah mengumpulkan data harus jelas peruntukan pemanfaatan data tersebut. Banyaknya instansi maupun industri yang mengumpulkan data dari masyarakat menunjukkan belum adanya suatu pusat data yang terintegrasi, hal ini dapat mengakibatkan kualitas data yang buruk karena terjadinya banyak redundansi dan inkonsistensi data.
Lebih lanjut Dito menyampaikan berkaitan dengan kebijakan mengenai pengelolaan data tersebut, pemerintah harus dapat mengatur mengenai masalah privasi dan kemanan data. “Oleh karena itu pemerintah sebagai policy maker harus memperhatikan dan mengatur hal-hal seperti menentukan data apa saja yang boleh dikumpulkan, pihak mana yang dapat mengumpulkan data dan bagaimana data tersebut digunakan. Selain memperhatikan aspek hukum dan aspek pemanfaatan data, masalah moral dan etika dalam pemanfaatan big data juga harus diperhatikan,” pungkasnya.