Bacaan:

Keluaaran 18:13-27

Pendalaman Teks

Menjadi pemimpin tidaklah mudah, apalagi di masa transisi. Ketika diperhadapkan dengan situasi yang melelahkan dan membutuhkan banyak perhatian, sangat sulit bagi seorang pemimpin untuk duduk diam ataupun mengambil waktu untuk berpikir dan merenungkan pilihannya. Begitulah yang terjadi pada Musa pada bacaan kita hari ini. Tentulah tidak mudah bagi Musa untuk memimpin suatu bangsa besar yang baru saja dibebaskan dari perbudakan dan menuju tanah yang dijanjikan. Banyak konflik dan gesekan yang terjadi baik antar suku maupun antar keluarga dalam bangsa tersebut. Di situasi demikian, Musa yang notabene adalah wakil Tuhan harus mengambil sikap dan menjadi penengah yang adil dalam konflik-konflik tersebut (ay 15-16). Hal ini menguras tenaga serta pikiran Musa, apalagi masalah-masalah tersebut dari tiap-tiap orang. 

Yitro di sini memiliki dua peran yang penting bagi diri Musa. Pertama, ia adalah mertua Musa yang sudah seperti ayah baginya. Kedua, ia juga seorang pemimpin bagi umatnya di Midian. Kiranya kedua peran ini membawa dampak pada cara kepemimpinan Musa (ay 17-18a). Yitro menyadari bahwa gaya kepemimpinan Musa tidak efisien dan menimbulkan kelelahan baik bagi Musa maupun bangsa Israel (ay 18b). Dia kemudian menasihatkan kepada Musa untuk memilih wakil-wakilnya untuk memimpin dalam unit-unit yang lebih kecil (ay 19-22). Hal ini dipandang Yitro sebagai hal yang baik dan mestinya diperkenankan oleh Tuhan (ay 23). 

Musa memberi kita satu pelajaran lagi di ayat 24 dan 25 yaitu sikap mau mendengar dan melaksanakan masukan dari orang lain. Sekalipun ia telah berada di posisi yang cukup tinggi bahkan menjadi wakil Tuhan, ia tetap mau memperhatikan dan mendengar nasihat dari Yitro. Suatu kualitas yang jarang didapati dalam diri seorang pemimpin. Berapa banyak pemimpin yang masih mau mendengar suatu nasihat, terutama ketika posisinya sedang di puncak? Beberapa malah bertahan dalam egonya dan berpikir bahwa ia dapat menyelesaikan segala masalah sendiri.

Kemudian, Musa tak hanya mendengar nasihat tersebut namun juga melakukannya. Ia mendelegasikan dan membagi-bagi bangsa Israel dalam pimpinan orang-orang cakap yang takut akan Tuhan. Jika teks ini dikaitkan dengan teks lain di sekitarnya, kita dapati bahwa peristiwa ini terjadi tepat sebelum Musa naik ke Gunung Sinai dan menerima sepuluh perintah dari Tuhan. Ini mengisyaratkan bahwa keputusan Musa untuk mendengarkan dan mengikuti nasihat mertuanya adalah sebuah keputusan yang bijak sebelum memulai perjanjian dengan Allah. Bayangkan jika sebelum naik ke Gunung Sinai Musa tidak mengikuti nasihat tersebut, pastilah situasi akan menjadi lebih kacau ketika Musa naik kesana. Untunglah, dia mendengarkan nasihat tersebut dan semua orang menerima hasil yang baik. 

Peristiwa dan sikap Musa ini mengajarkan banyak hal bagi kita, terutama dalam mengambil langkah atau keputusan sebagai pemimpin dan juga sebagai umat percaya. Sikap mau mendengar nasihat dari pribadi-pribadi di sekitar kita kadang penting dan sangat dibutuhkan. Sikap itu tak jarang membawa kita pada hasil yang lebih baik, apapun posisi kita. Kerendahan hati dan ketersediaan untuk mendengar serta dikoreksi oleh orang lain kadang adalah suatu langkah bijak, karena bisa jadi, nasihat dari sesama kita adalah cara Tuhan menyatakan maksud dan kehendak-Nya bagi kita semua. 

Kepemimpinan dan Pendelegasian

Dalam kepemimpinan pun, pendelegasian memainkan peran penting. Seorang pemimpin haruslah sadar bukan hanya dengan kemampuannya, namun juga atas keterbatasannya. Setiap dari kita tentu memiliki tenaga dan keterbatasannya masing-masing, sebagaimana Musa pun memiliki keterbatasan. Lewat kesadaran untuk melakukan delegasi tugas, tiap beban dan pekerjaan yang ada dalam kelompok atau organisasi dapat diselesaikan dengan lebih baik dan efektif. 

Delegasi ini juga pada gilirannya menjadi sarana bagi pemimpin untuk mempersiapkan dan menjaga kestabilan organisasi, terutama setelah masa kepemimpinannya. Kita sering melihat banyak organisasi yang berkembang maju malah menjadi stagnan atau mengalami kemunduran setelah ditinggal pemimpin. Ini biasanya terjadi karena sang pemimpin tidak menyiapkan sistem delegasi yang baik sebelum ia meninggalkan posisinya. Untuk itu, menjadi penting bagi seorang pemimpin untuk bisa mengenali para anggotanya dan membagi tugas dalam bentuk pendelegasian.

Menjadi Pemimpin bagi Diri Sendiri 

Memang, tidak semua dari kita ditunjuk atau dipilih sebagai pemimpin dari sekelompok orang. Namun kita adalah pemimpin akan diri kita sendiri. Kita memimpin dan menentukan apa yang kita pikirkan, kita memimpin apa yang hati kita katakan, dan kita memimpin apa yang tubuh kita kerjakan. Hal-hal tersebut menjadi tanggung jawab masing-masing dan tidak bisa kita serahkan pada orang lain untuk dikerjakan. Perlu diingat juga bahwa semua pemimpin dalam segala skala dan bidang, selalu memulai posisinya sebagai pemimpin bagi dirinya sendiri. 

Kepemimpinan ini bisa kita mulai dengan menerapkan apa-apa saja yang Musa lakukan dalam teks ini. Kita bisa memulai dengan membuka telinga pada nasihat-nasihat dan tidak terpaku hanya pada ego dan pikiran kita sendiri. Selain itu, kita juga bisa memulai dengan menelaah dan menyadari pola kepemimpinan kita masing-masing. Kita menyadari batasan dan kekuatan kita, untuk kemudian menentukan cara terbaik untuk mengoptimalkannya. 

Refleksi

Pada akhirnya, diatas semua itu, penting juga bagi kita untuk selalu ingat bahwa diatas segalanya itu, Tuhanlah yang terlebih dahulu menjadi pemimpin bagi kita. Dia hadir terdepan dalam menuntun dan menyertai kita mempersiapkan langkah. Maka, libatkan Tuhan dalam segala keputusan kepemimpinan kita, baik kepemimpinan dalam lingkup organisasi maupun dalam lingkup diri sendiri. Ijinkanlah Dia memimpin kita melalui tuntunan Roh-Nya, untuk kemudian mengarahkan pada keputusan yang baik sesuai kehendak dan perkenanan-Nya. Kiranya Tuhan Yesus memberkati.  (Moshe-PKK)

Pin It on Pinterest

Share This