Anak-anak dengan Disabilitas Intelektual perlu memiliki kebutuhan dukungan dan interaksi yang mendalam dengan orang tua mereka, terutama dalam proses memahami diri sendiri dan membangun kemandirian. Walaupun demikian, masih ditemukan interaksi orang tua dan anak yang kurang, karena penerimaan orang tua yang masih rendah terhadap kapabilitas anak. Dengan pemahaman dan interaksi yang masih rendah, anak-anak dengan Disabilitas Intelektual akan lebih bergantung pada orang lain di fase dewasa.
Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta sebagai institusi pendidikan, memiliki peranan penting untuk berkontribusi pada penyelesaian masalah di masyarakat melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat, sebagai salah satu wujud dari tridharma perguruan tinggi. UKDW berupaya membagikan pengetahuan, metode, maupun sebagai katalis peningkatan jejaring antara pemangku kepentingan. Hal ini seiring dengan komitmen UKDW sebagai Sustainable Entrepreneurial Research University (SERU) yang mengusung inklusivitas.
Oleh karena itu tim dosen UKDW yang terdiri dari Winta Tridhatu S., S.Ds.,M.Sc., Ph.D., Winta Adhitia Guspara, ST.,M.Sn., dr. Yustina Nuke Ardiyan, M.Biomed., bersama dua orang mahasiswa, berupaya menggali cara untuk meningkatkan aktualisasi diri anak-anak dengan Disabilitas Intelektual dan melibatkan orang tua melalui kegiatan art therapy Batik Umpluk. Dalam pelaksanaannya, tim dari UKDW ini berkolaborasi dengan Yayasan Insani Down Syndrome Indonesia (YIDSI) dan SLB Negeri Pembina Yogyakarta. Batik Umpluk sendiri diciptakan oleh guru Rombongan Belajar (rombel) Tata Busana beserta praktisi batik dan dilindungi hak cipta. Kehadiran akademisi UKDW adalah mengembangkan kreasi Batik Umpluk yang terinspirasi dari estetika Yogyakarta sesuai kebutuhan mitra.
Ketua Tim Pengabdi, Winta Tridhatu, menyampaikan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini bertujuan untuk memberikan ruang bagi anak dengan Disabilitas Intelektual agar bisa mengaktualisasikan diri mereka dan membangun koneksi antara anak dan orang tua. “Dari hasil evaluasi yang didapatkan, terapi seni Batik Umpluk memiliki potensi sebagai metode yang efektif untuk meningkatkan koneksi antara orang tua dengan anak-anak Disabilitas Intelektual,” terangnya.
Adapun pelaksanaan kegiatan terbagi menjadi 3 tahapan yakni membangun koneksi (rasa), pengenalan metode dan alat (cara) dan karsa cipta (kreasi). Aktivitas kreasi Batik Umpluk memiliki pembekalan dan prosedur yang cukup mudah untuk diikuti oleh orang tua maupun anak yang belum pernah melakukannya. Pengembangan motif yang dilakukan secara mandiri terinspirasi dari beberapa istilah khas Yogyakarta, seperti Golong Gilig, Gandeng Renteng, Pala Gumantung, Pala Kasimpar, Gugur Gunung, dan Holopis Kontul Baris.
Salah satu guru SLB Negeri Pembina Yogyakarta menyatakan sangat terbantu karena orang tua bisa melihat kapabilitas motorik dan kognitif dari anak-anak mereka. Hal ini sangat penting agar keahlian yang telah diberikan guru di sekolah dapat dipantau dan diteruskan oleh orang tua. “Keberhasilan proses pengabdian ini menginisiasi kedua mitra dan para orang tua (partisipan) untuk membentuk Koperasi Batik Umpluk. Sehingga strategi keberlanjutan untuk kemandirian anak – anak dengan Disabilitas Intelektual dapat dilakukan,” imbuh Winta Tridhatu.
Selain itu juga diadakan penyuluhan pertolongan pertama pada luka bakar, setelah menganalisa resiko dari kegiatan membatik serta minimnya pengetahuan tentang resiko kegiatan membatik dan penanganan yang harus dilakukan. “Kegiatan terapi seni Batik Umpluk telah dipresentasikan pada Sendimas ke-9 di Semarang akhir tahun lalu dan mendapatkan apresiasi Best Paper. Melalui kegiatan ini, diharapkan dapat meningkatkan keseimbangan mental, kepercayaan diri dan kemandirian, terutama bagi anak-anak dengan Disabilitas Intelektual, serta membuka pikiran akan peluang kreasi cipta yang dapat ditingkatkan ke level kewirausahaan,” pungkas Winta Tridhatu.