Salam SORBUM!
Warga UKDW terkasih, izinkan kami mengucapkan Selamat Paskah Kebangkitan Kristus untuk Anda sekalian para pembaca setia Koran Kampus UKDW. Perayaan Paskah kali ini tetap kami adakan dalam semangat kesederhanaan dengan tetap memusatkan perhatian kita pada peristiwa kubur kosong dan kebangkitan Kristus. Selain kebangkitan, ada kata kunci kedua yang kita hayati di saat perayaan Paskah yaitu kata pengampunan. Pengampunan tidak lain adalah seni hidup yang hendaknya kita pelajari dan pelajari lagi di sepanjang hayat kita. Pengampunan adalah pelajaran yang terus relevan dalam setiap tahapan kehidupan kita manusia yang tidak pernah sempurna ini.
Berbicara mengenai pengampunan, saya teringat pernah melihat sebuah video singkat di kanal YouTube dimana diceritakan seorang Ibu muslimah warga negara Amerika Serikat yang berbicara di depan pengadilan yang baru saja menjatuhkan vonis hukuman bagi seorang terpidana muda pembunuh putranya. Ibu ini bernama Rukiye dan putranya yang wafat bernama Suliman Abdul-Mutakallim. Suliman (39 tahun) adalah seorang veteran tentara Angkatan Laut (Navy) Amerika Serikat dan pernah bertugas di Irak. Dia tinggal di sebuah kota kecil di Cincinnati (AS). Pada suatu malam saat dia dalam perjalanan pulang dengan berjalan kaki, sambil membawa makanan untuk istri dan dirinya sendiri, dia berjumpa dengan seorang remaja bersenjata api yang menembak bagian kepalanya hingga tewas. Kemudian remaja yang bernama Javon, dan dua orang temannya yang lain, merampas dompet milik Suliman dan mengambil semua uang (hanya 60 USD) yang ada didalamnya, lalu membiarkannya tergeletak meregang nyawa di pinggir jalan di bawah sebuah jembatan layang.
Kejadian ini terjadi di tanggal 28 Juni 2015, sudah lama memang, namun yang membuat peristiwa ini relevan dengan renungan kita tentang pengampunan kali ini adalah sikap dan kebijaksanaan yang ditunjukkan Rukiye kepada pemuda terdakwa pembunuh putranya dan keluarganya. Sikap dan kebijaksanaan penggambaran pengampunan dari hati seorang Ibu yang tercabik-cabik karena orang lain semena-mena telah merenggut nyawa putranya. Ya, memang betul demikian adanya, pengampunan adalah sebuah pergumulan hati dan pergulatan kesadaran seseorang yang tidak mudah dan penuh prahara, demi melahirkan sebuah pengampunan yang otentik, tulus, berpengharapan, konstruktif, dan sekaligus visioner.
Di ruang pengadilan, Rukiye menatap langsung ke mata remaja yang bertanggung jawab atas kematian putranya Suliman. Tanpa ragu dia memeluknya. Rukiye berpikir, generasi muda saat ini tengah dihinggapi sebuah penyakit psikis yang kronis, namun karena mereka masih muda maka masih ada harapan bahwa mereka masih bisa disembuhkan.
Rukiye tidak lantas puas dengan hanya memberikan pengampunannya kepada Javon, namun dia berani melangkah lebih jauh dengan komitmen dirinya mendampingi pemuda tersebut selama dia dalam penjara. Karena Rukiye yakin bahwa pemuda tersebut bisa berubah menjadi seseorang yang lebih baik lagi. Di ruang pengadilan tersebut, Rukiye mendapat izin dari hakim ketua untuk mendekati sang terpidana dan memeluknya. Sebuah kejadian yang bisa dibilang langka terjadi di sebuah ruang pengadilan. Rukiye tidak hanya memeluk pemuda itu tapi juga ibu kandung dari pemuda tersebut.
Melalui pelukannya tersebut, Rukiye tidak hanya ingin menunjukkan ketulusan dari pengampunan yang diberikannya pada Javon, namun juga bela rasa seorang ibu korban yang juga merasakan duka ibu kandung dan saudara-saudara Javon. Mereka juga korban dari situasi ini. Jika mereka tidak ditolong maka lingkaran setan ini akan terus berlanjut dan akan lebih banyak korban lagi yang berjatuhan di masa yang akan datang. Rukiye menyatakan bahwa apa yang telah terjadi pada anaknya tidak dapat diputar ulang dan dicegah untuk terjadi. Kematian anaknya sangat mendukakan hatinya. Kematian Suliman dimaknai oleh Rukiye sebagai titik tolak untuk menyelamatkan Javon dan generasinya.
Rukiye memaknai pengampunan yang diberikannya kepada Javon sebagai ‘rahmah’ (rahmat) yang harus cukup kuat sehingga dapat membawa perubahan dalam hidup Javon. Rukiye bertekad bahwa perubahan ke arah yang lebih baik harus terjadi dalam diri Javon mulai saat itu juga, di ruang pengadilan tersebut. Rukiye memberi contoh kepada kita sebuah pengampunan yang membawa rahmat hidup baru bagi Javon, Rukiye, dan ibu kandung Javon.
Tidaklah berlebihan jika Rukiye kemudian berkata kepada Javon bahwa “kematian Suliman adalah untuk menyelamatkannya”. Kematian yang membawa rahmat, kematian yang membawa semangat transformatif, yaitu kematian yang mengguncang titik sadar kemanusiaan kita sehingga memicu sebuah perubahan ke arah lebih baik lagi. Dari kisah ini kita belajar bagaimana pengampunan dapat menjadi pelajaran hidup yang sangat berharga.
Pengampunan secara psikologis bisa diartikan sebagai sebuah tindakan sukarela yang dilakukan seseorang untuk melepaskan kemarahan, kebencian, atau pembalasan (balas dendam) kepada seseorang yang telah menyakiti hatinya. Sedangkan ketidakmampuan untuk mengampuni bisa diartikan sebagai campur aduk perasaan-perasaan antara kepahitan, kemarahan, ketakutan, dan perasaan-perasaan lain yang menyedot energi positif seseorang sehingga membuatnya jauh dari rasa damai dan bahagia. Masalahnya sekarang, bagaimana kita bisa mengampuni tanpa harus mengorbankan prinsip-prinsip hidup kita? Ini bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan.
Jika kita berhasil memberikan pengampunan, maka di satu pihak, secara psikologis ada semacam reward atau manfaat lahiriah yang kita dapatkan, misalnya rasa tertekan menjadi berkurang, kualitas tidur menjadi lebih baik, konsumsi obat-obatan juga lebih sedikit, tubuh terasa lebih berenergi, jantung juga lebih sehat, dan kita bisa merasa lebih puas dengan kehidupan yang saat ini sedang kita jalani. Di lain pihak, ketidakmampuan seseorang untuk mengampuni orang lain akan membuatnya gagal melepaskan kepahitan dari masa lalu. Kegagalan ini akan lebih menyakiti orang tersebut ketimbang orang yang telah menyakitinya. Pelajaran penting dari semua ini ialah kerelaan untuk melepaskan masa lalu secara sadar dan sukarela, akan mampu mengangkat beban berat yang menekan kita. Tidak hanya itu, kita akan dimampukan untuk hidup lebih positif dan berenergi. Pada gilirannya, energi positif ini akan menularkan energi positif baru ke orang-orang lain yang ada di sekitar kita.
Lalu bagaimana iman Kristen menjelaskan tentang pengampunan? Dalam iman Kristen paling tidak ada empat macam pengampunan yaitu pengampunan Ilahi (divine forgiveness), pengampunan diri (self-forgiveness), pengampunan seorang kepada seorang yang lain (person-to-person forgiveness), dan pengampunan institusional (organizational & societal forgiveness).
Pengampunan Ilahi adalah jenis pengampunan yang diberikan Allah kepada manusia yang telah kedapatan melakukan kesalahan di mata Allah. Contohnya adalah pengampunan yang diberikan Allah kepada Adam dan Hawa dalam bentuk pengusiran dari Taman Eden serta hukuman yang mereka terima untuk mengusahakan kehidupan mereka dengan hasil jerih payah keringat mereka sendiri (lihat Kejadian 3: 17-19 & 23-24). Pengampunan diri bisa diberi makna pertobatan diri seperti yang kita lihat dalam contoh pertobatan Raja Daud setelah mendapat teguran dan peringatan keras dari Nabi Nathan karena telah mengambil istri salah seorang panglima tentaranya melalui cara yang sangat licik (lihat 2 Samuel 12: 1-14). Pengampunan antarpribadi bisa kita lihat dalam pilihan Yusuf untuk mengampuni dan menghiburkan hati saudara-saudaranya yang saat itu sedang ketakutan akan balas dendam dari Yusuf (lihat Kejadian 50:15-21). Sedangkan pengampunan institusional sifatnya terbuka, dalam bentuk kebijakan politik sebuah rezim yang berujung pada tindakan-tindakan tertentu, diwarnai oleh dinamika kekuasaan. Sifat dari pengampunan di sini adalah persuasif dan dijiwai oleh diri seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah wajah atau wakil dari sebuah organisasi atau kelompok masyarakat tertentu. Dalam Alkitab salah satu kualitas seorang pemimpin digambarkan sebagai seorang yang sabar dan dengan lemah lembut menuntun orang yang suka melawan (lihat 2 Timotius 2:24-25). Jadi pengampunan institusional lebih mengarah ke dalam dinamika hubungan antarindividu yang berada dalam satu organisasi tertentu. Kita tahu bahwa, masing-masing individu punya karakter yang unik. Oleh karena itu pengampunan institusional ini merupakan bentuk pengampunan yang kompleks dan berlapis-lapis.
Dalam bacaan yang mendasari renungan kita ini, paling tidak kita dapat berbicara tentang pengampunan Ilahi dan pengampunan institusional. Bacaan kita berbicara tentang pengampunan Ilahi yang diungkapkan dalam karya agung penyelamatan Allah melalui partisipasi bangsa Yahudi, yang diwakili oleh imam-imam kepala, pemimpin-pemimpin serta rakyat Yahudi sendiri, (ayat 13) dan penguasa Romawi yang diwakili oleh Herodes dan Pilatus (ayat 11 & 13). Figur Tuhan Yesus digambarkan dalam bacaan sebagai terdakwa di hadapan sebuah pengadilan rakyat yang digelar di hadapan Pilatus (wakil penguasa Romawi).
Baik bangsa Yahudi maupun para penguasa Romawi kala itu secara tidak sadar telah menggenapi rencana Allah dengan menyesah, mengadili, menyalibkan, dan membunuh Yesus. Mereka tidak sadar telah menjadi alat-alat yang digunakan Allah untuk menggenapi karya penyelamatan-Nya. Narasi Lukas seakan telah mengatur segala sesuatunya agar rencana Allah ini dapat berjalan dengan mulus tanpa hambatan apapun. Kematian Kristus menggenapi rencana Allah ini dan sebagai hasilnya lahirlah penebusan bagi manusia yang berdosa.
Sedangkan pengampunan organisasional kita lihat bagaimana melalui segala cara Pilatus dan Herodes berusaha untuk melepaskan Yesus dari jerat dosa, karena memang mereka tidak menemukan kesalahan secuilpun dalam diri Yesus. Mereka ingin menggunakan kekuasaan politis mereka untuk menekan dan meredam kemarahan bangsa Yahudi atas diri Yesus. Namun mereka gagal dan lebih memilih untuk mencuci tangan mereka dan menyerahkan Yesus kepada bangsa Yahudi untuk diperlakukan semaunya (ayat 25).
Lalu apa kaitan antara pengampunan Ilahi ini dengan pengampunan organisasional seperti yang sudah dijelaskan di atas? Kacamata apa yang bisa kita gunakan untuk membaca narasi Lukas yang cukup sensitif ini? Saya ingin mengundang kita sekalian untuk mencoba menggunakan kacamata rahmat penebusan. Kacamata rahmat penebusan yang dimaksud adalah sudut pandang yang melihat karya penyelamatan Allah sebagai perwujudan belas kasihan Allah yang melahirkan penebusan bagi semua umat manusia tanpa kecuali. Dengan kacamata ini kita lihat bagaimana pengampunan Ilahi yang lebih luas cakupannya telah melampaui segala keterbatasan pengampunan organisasional yang cenderung tidak adil dan berat sebelah.
Pengampunan Ilahi ini seakan-akan menjadi penerang bagi kita pembaca di zaman sekarang yang mungkin sedang bergumul dengan pengampunan itu sendiri. Bagi kita yang saat ini sedang mencari setitik terang di akhir jalan gelap dan terjal menuju pengampunan maka dengan kacamata rahmat penebusan ini kita setidaknya bisa dimampukan untuk bertanya pada diri kita masing-masing dan merenungkan beberapa pertanyaan berikut ini: hal-hal apa saja yang mempermudah atau mempersulit saya untuk memberikan pengampunan kepada orang lain? Bagaimanakah pengampunan yang saya berikan memberi pengaruh positif dalam kehidupan saya? Pengaruh apa yang saya alami saat saya bisa mengampuni orang lain? Apa saran yang bisa Anda berikan pada mereka yang saat ini sedang bergumul untuk melepaskan sesuatu di masa lalu?
Dalam perayaan Paskah tahun ini di UKDW, kita semua bersama-sama diajak untuk merenungkan pengampunan Ilahi yang dimanifestasikan dalam peristiwa kebangkitan Kristus dari kematian. Kiranya pengampunan Ilahi yang telah kita terima dalam kebangkitan Kristus dapat menumbuhkan komitmen dalam diri kita masing-masing untuk hidup dalam rahmat penebusan Allah di sepanjang jalan kehidupan kita, baik sebagai anggota keluarga, warga masyarakat, warga UKDW, dan warga negara Indonesia. Akhir kata kami ucapkan ‘Selamat Merayakan Paskah Kebangkitan Kristus’, semoga pengampunan Allah memberikan penebusan bagi tiap hati kita yang rapuh ini. Tuhan memberkati kita sekalian. Amin. Salam SORBUM!
(Adham K. Satria – PKK UKDW – April 2021)