Paskah merupakan peristiwa di mana Yesus bangkit dan mengatasi kuasa maut. Sebuah peristiwa yang tentunya menjadi salah satu pokok penghayatan dalam iman Kristen. Jika berbicara mengenai Paskah, tentu kita sudah melaluinya berkali-kali dalam narasi kehidupan kita, maka yang menjadi pertanyaan adalah “Apa makna Paskah bagi kehidupan kita?”. Seringkali kita melewati Paskah tanpa adanya upaya dalam diri untuk mau berubah melalui peristiwa Paskah. Kita lebih sering menganggap Paskah sebagai “angin lalu”.
Dalam konteks kehidupan Yesus, orang-orang Yahudi pada zaman itu menunggu hadirnya penyelamat yakni sang Mesias untuk menyelamatkan mereka dari penindasan yang dilakukan oleh bangsa Romawi. Sedangkan Yesus yang hadir pada saat itu tidak hanya bertugas untuk membebaskan dari belenggu kekuasaan Romawi akan tetapi juga membebaskan dari belenggu dosa dan maut. Yesus membawa kita kembali masuk dalam relasi dengan Allah, yang mana relasi ini tidak akan dapat dipatahkan oleh kuasa maut akan tetapi justru membawa kita pada kehidupan yang abadi.
Peristiwa penyaliban Yesus merupakan peristiwa di mana Yesus ditinggikan dan dimuliakan. Seperti yang dituliskan dalam Yohanes 12:32 demikian, “dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku”. Lalu, apakah maksud dari ayat ini? Dalam iman kristiani, peristiwa penyaliban merupakan jalan bagi Yesus untuk dimuliakan dan menggenapi tugas panggilan-Nya di dunia. Yesus dengan kesadaran penuh dan kehendak bebas-Nya memilih salib sebagai satu-satunya jalan untuk memenangkan Kerajaan Allah di Bumi.
Selanjutnya, kebangkitan-Nya menjadi simbol kemenangan dan kemuliaan Yesus atas dosa dan kuasa maut. Yesus yang menanggung dosa kita, melalui peristiwa salib dan kebangkitan-Nya membebaskan kita dari kuasa maut dan kegelapan. Hal ini sekaligus dapat kita maknai sebagai anugerah dari Allah yang tercurah dalam kehidupan kita melalui putra-Nya yang tunggal Yesus Kristus.
Melalui narasi ini setidaknya ada dua hal yang dapat kita pelajari yakni, pertama melalui kematian-Nya, Yesus dibangkitkan untuk mengatasi kuasa maut. Kedua, peristiwa kebangkitan ini merupakan bentuk konkret anugerah Allah dalam hidup kita. Pada poin yang pertama kita diajak untuk “mati”. Mati dalam artian meninggalkan cara hidup yang lama dan memberikan ruang untuk Yesus melalui peran Roh Kudus untuk hidup di dalam hati dan pikiran kita. Hal ini berdampak pada transformasi-transformasi yang terjadi dalam kehidupan kita. Sehingga menjadikan kita manusia yang baru.
Selanjutnya dari poin yang kedua, kita diajak untuk menanggapi anugerah Allah dengan cara yang tepat. Kita dapat belajar dari salah satu teolog yakni Dietrich Bonhoeffer yang mengungkapkan pertentangan mengenai “anugerah murahan vs anugerah mahal”. Menurutnya anugerah murahan adalah anugerah hanya sebagai sebuah doktrin, sebuah prinsip, atau sebuah sistem. Dengan kata lain pengampunan akan dosa tidak diperlukan penyesalan dan tidak ada sebuah kemauan untuk bersungguh-sungguh terlepas dari dosa atau dengan kata lain masih ada tawar menawar pada dosa. Kebalikannya adalah anugerah mahal di mana kita diajak untuk secara bersungguh-sungguh dalam menanggapi anugerah Allah. Anugerah yang mahal adalah suatu mutiara mahal yang mana untuk mendapatkannya, seseorang harus berjerih payah. Anugerah yang mahal adalah membiarkan Yesus hidup dalam hati kita, dengan kata lain yang menjadi standar bagi kita adalah karya-karya Yesus semasa hidupnya.
Tentu saja hal ini tidak mudah bagi kita. Menuntut sebuah kerendahan hati dan kepasrahan pada Allah agar senantiasa memampukan kita dalam hidup seturut kehendak-Nya. Kita dituntut untuk secara aktif menanggapi anugerah Allah ini. Melalui pekerjaan dan karya kita di kehidupan sehari-hari hendaknya kita menjadi pribadi yang utuh. Kita tidak diajak untuk bermalas-malasan karena Yesus pada zaman-Nya bekerja dan berkarya secara aktif untuk menyatakan pokok ajaran-Nya yakni Kerajaan Allah. Kerajaan Allah hendaknya dapat dimaknai sebagai sesuatu yang ada di sini dan saat ini. Kerajaan Allah yang termanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari kita.
Dengan demikian yang menjadi tantangan kita bersama adalah bagaimana dalam kehidupan kita sebagai sivitas akademika UKDW harus bisa menjadikan locus (tempat) di mana kita dapat berlatih untuk menanggapi anugerah Allah dan menjadikan kehidupan kampus sebagai cerminan dari Kerajaan Allah.
Selamat Paskah.