Laboratorium Sejarah, Kajian Teknologi dan Desain – Fakultas Arsitektur dan Desain (FAD) Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) beberapa waktu yang lalu telah menggelar bedah karya ilmiah dalam wacana populer. Linda Octavia, S.T., M.T. – selaku Kepala Laboratorium Sejarah, Kajian Teknologi dan Desain menyatakan bahwa bedah karya ilmiah dalam bentuk diskusi ini diselenggarakan untuk menyebarluaskan disertasi/ tesis kepada khalayak. Pada umumnya, disertasi/ tesis ini akan berhenti ketika proses sidang terbuka usai dan hanya menjadi penghuni perpustakaan. Namun, kami menyadari akan sangat disayangkan kalau bahan yang sangat bergizi tadi hanya bisa dinikmati oleh kalangan tertentu saja. Ide awal diskusi ini adalah membuat disertasi/tesis yang bergizi tadi dengan bahasa yang lebih sederhana atau populer supaya dapat dinikmati oleh kalangan yang lebih luas.
Pada bedah karya ilmiah dalam wacana populer edisi #1, Dr. Johannes Adiyanto selaku dosen arsitektur Universitas Sriwijaya Palembang yang memperoleh gelar Doktornya di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) memaparkan disertasinya yang berjudul Konsekuensi Filsafati Manunggaling Kawula Gusti pada Arsitektur Jawa. Dari judul yang berat itu, melalui diskusi ini diharapankan akan ada banyak komentar dari peserta diskusi sehingga dapat menjadi masukan bahkan semangat untuk menggali lagi topik ini dan pada akhirnya akan ditulis ulang dengan bahasa populer.
Ir. Priyo Pratikno, M.T. selaku moderator dalam diskusi ini memulai dengan harapan bahwa setelah Dr. Johannes Adiyanto mempresentasikan disertasinya, lalu kita semua akan dititipi masalah, misalnya bagaimana supaya Dr. Johannes Adiyanto bisa menjelaskan pada masyarakat tentang ide-ide besarnya itu. Buku ini bukan buku filsafat, tetapi ini buku arsitektur yang berat. Beratnya lebih ke filsafat. Pertanyaan besarnya, apakah ini penting untuk arsitektur kita?
Dalam pembahasannya, pembahas membagi presentasi ini berdasarkan pada pembabakan di pewayangan. Disertasi ini berangkat dari mencoba membahas apa yang kita punya, apa yang katakanlah orang Jawa punya; kemudian cara pandangnya terhadap arsitektur. Lebih kepada kalau arsitektur di sudut pandang berpikir itu bagaimana? Lalu apakah ini bisa dikatakan dengan arsitektur Jawa?
Tentang kata filsafati pada judul, Dr. Johannes Adiyanto menjelaskan bahwa karakter berpikir filsafati adalah sifat menyeluruh, sifat mendasar dan bersifat spekulatif. Orang berpikir filsafati berarti orang tersebut membongkar tempat berpijak secara fundamental. Hal ini juga yang ingin dicari kebenarannya bahwa apakah benar sudah filsafati dan apa pentingnya dalam dunia arsitektur.
Kemudian, beliau menjelaskan oleh karena ini sebuah disertasi maka berpikirnya harus runtut dan ilmiah. Dalam disertasi ini juga tidak hanya mengkaji tentang filsafat dan arsitektur Jawa, tetapi juga beberapa filsafat arsitektur mancanegara – seperti Deleuze, Derrida dan Heidegger (yang pada akhirnya difokuskan pada Heidegger). Sedangkan dari sisi Jawa, beliau harus merekonstruksi filsafat Jawa dan mengkonstruksikannya kembali ke dalam konstruksi bangunan filsafat arsitektur Jawa, yang kemudian menjadi setara sehingga bisa didiskusikan dengan filsafat arsitektur dari Heidegger yang kemudian ini menjadi hasilnya.
Pembahasan yang berlangsung selama kurang lebih 2 jam ini, dilakukan dengan sangat runtut dengan memunculkan semua tokoh-tokoh dan juga pemikiran dan karakter dari masing-masing tokoh tersebut beserta penjelasannya, yang pada akhirnya kembali kepada kita semua: maukah kita menggali apa yang masih tersimpan dalam khazanah pengetahuan kita, lalu kita munculkan untuk kita jadikan kebanggaan milik kita sendiri?
Ir. Mahatmanto, M.T. menambahkan bahwa sesudah pertemuan ini akan ada pertemuan berikut. Jadi, kita akan membuat suatu serial ngobrol bersama seperti ini. Direncanakan sesi berikutnya kita akan mendengarkan Dr. Revianto Budi Santosa dengan karyanya yang nantinya akan diulas seperti ini. Disertasi-disertasi yang selama ini sudah dibikin dengan darah dan air mata di masing-masing lingkungan akademis akan ada kesempatan untuk dibocorkan pada kita semua di sini. “Saya tadi melihat bahwa yang hadir pada diskusi hari ini memiliki heterogenitas yang lumayan tinggi. Saya pikir ini baik, tidak hanya semuanya dosen dan tidak semuanya teoritikus, tetapi juga ada yang praktisi. Ini akan baik, mencairkan dikotomi yang selama ini ada antara praktisi dan teoritisi,” pungkasnya.