Kukuh Madyaningrana, seorang dosen dari Fakultas Bioteknologi Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta sudah tertarik dengan ilmu biologi sejak duduk di bangku pendidikan SMP. “Ketertarikan saya akan Biologi membuat saya lebih mudah dan cepat memahami materi yang diberikan guru mata pelajaran tersebut sehingga saya jadi murid kesayangan,” ujarnya. Latar belakang pendidikan Kukuh meskipun banyak terkait dengan Biologi dan terapannya, terkesan beragam dalam topik tugas akhirnya. Jenjang sarjana ditempuhnya di Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan topik skripsi Akuakultur, sedangkan untuk jenjang Pascasarjana, Kukuh menyelesaikannya di Sekolah Pascasarjana UGM dengan topik tesis Mikrobiologi Pertanian.
Saat ini Kukuh menempuh studi doktoral di Medizimische Hochschule Hannover dan mengambil bidang Biomedis, terkait fungsi protein serum untuk mengatasi toksisitas heme sebagai produk perombakan hemoglobin. Kukuh masih menunggu waktu mendapatkan gelar doktoralnya karena banyak kendala teknis terkait publikasi hasil penelitian doktoral yang dipersyaratkan sebagai materi pengajuan naskah disertasi. Hingga akhirnya, pada tahun ini ada titik terang penyelesaian studi doktoralnya. Hal positif yang bisa Kukuh peroleh dalam masa penantian selama tiga tahun ini adalah dihasilkannya tiga publikasi internasional (Scopus Q1) dengan dua diantaranya sudah mencantumkan Fakultas Bioteknologi UKDW sebagai afiliasi Kukuh. “Harapan saya, pada trimester pertama 2023 saya sudah bisa mendapatkan gelar tersebut,” ucapnya.
Kukuh mengaku bergabung dengan UKDW Yogyakarta pada tahun 2019. “Saat itu saya mencari kemungkinan tempat untuk mengabdikan diri sambil menunggu penyelesaian studi di Jerman. Informasi yang saya dapat dari beberapa dosen senior seperti Dr. Charis Amarantini, M.Si dan Dr. Robert Setio, M.Th tentang dibutuhkannya tenaga pendidik bergelar S3 untuk bidang kesehatan membuat saya memberanikan diri untuk mengajukan lamaran ke Fakultas Bioteknologi UKDW,” jelasnya. Setelah melalui serangkaian proses seleksi, Kukuh akhirnya diterima menjadi salah satu tenaga pendidik di Fakultas Bioteknologi UKDW Yogyakarta.
Saat ini Kukuh sedang mengerjakan proyek yang terkait dengan pemanfaatan potensi imunomodulasi dasar tanaman bayam brasil (Althernanthera sissoo). Penelitian akan tanaman ini dimulai dari tahapan budidaya tanaman bayam Brasil menggunakan pupuk organik buatan sendiri. Pupuk organik cair yang dibuat kualitasnya tidak kalah dengan pupuk organik cair komersial dalam mendukung pertumbuhan bayam Brasil. Hasil penelitian terkait hal ini sudah dan sedang dipublikasikan di jurnal ilmiah nasional terakreditasi. Penelitian lanjutan juga sudah dilakukan tahun ini, mengeksplorasi kandungan fitokimia yang dimiliki bayam Brasil dan pengaruhnya terhadap fisiologi sistem organ hewan coba, terutama respon imunitas dan fungsi anti anemia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun bayam Brasil kaya akan vitamin E dan zat besi yang potensial dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan nutrisi.
Selain itu, Kukuh juga aktif menjadi pendamping dalam komunitas Tandatawa. Komunitas Tandatawa (Tani Muda Duta Wacana) adalah semacam brand dari kelompok studi P2D (Pendampingan dan Pemberdayaan Desa). Nama Tandatawa dipilih agar lebih ear-catching saja. Menurut Kukuh, sebenarnya komunitas ini merupakan wadah lanjutan dari para mahasiswa yang dulu mendapat hibah Program Holistik Pembinaan dan Pemberdayaan Desa (PHP2D) dan Program Pengembangan Pemberdayaan Desa (P3) di Kelurahan Bausasran. Sayang, karena pandemi Covid-19, semua kegiatan yang dirancangkan belum dapat berjalan seperti yang diharapkan. Hingga awal tahun 2022 ini komunitas Tandatawa mulai bangkit lagi. Tujuan dibentuknya komunitas ini adalah adanya wadah semacam training center bagi mahasiswa dan umum untuk bidang pertanian terpadu. “Banyak hal yang bisa kami bagikan disini seperti pengolahan sampah organik baik menggunakan mikrobia ataupun serangga, teknik budidaya tanaman baik secara konvensional menggunakan medium padat ataupun hidroponik, budidaya beragam biota seperti lebah madu, jamur tiram, dan lobster air tawar,” jelasnya. Kegiatan yang dilakukan di Tandatawa pasti berbasis hasil penelitian ilmiah, baik itu penelitian skripsi ataupun penelitian mandiri, dengan harapan suatu teknik pertanian yang telah teruji secara ilmiah bisa lebih dipercaya hasil dan aplikasinya.
Ketika ditanya terkait pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan hidroponik atau bidang Biologi lainnya, Kukuh mengungkapkan bahwa penerapan teknologi sederhana di bidang Biologi terapan bisa membantu masyarakat dalam mengubah nilai suatu benda. Contohnya di bidang yang ia tekuni, limbah organik seperti kulit buah dapat diubah menjadi pupuk organik cair atau padat dengan bantuan mikrobia melalui proses fermentasi. Hasil olahan ini bisa digunakan sebagai pupuk atau insektisida alami untuk tanaman sayur atau tanaman buah dalam pot yang dibudidayakan di lahan pekarangan masyarakat. Sempitnya lahan yang dimiliki tidak jadi masalah untuk bercocok tanam. Modifikasi media tanam seperti hidroponik bisa menjadi solusi. Pupuk organik yang dihasilkan dari olahan limbah dapur pun bisa diaplikasikan untuk tanaman yang dibudidayakan dalam sistem hidroponik ini.
Lalu bagaimana kesadaran masyarakat terhadap pengolahan sampah dapur? Sebenarnya mengolah limbah organik yang berasal dari dapur itu mudah. Tergantung pada tiap pribadi apakah mau melakukannya atau tidak. Di Tandatawa, teknologi sederhana yang diterapkan dalam mengolah limbah organik rumah tangga ini dilakukan dengan dua cara, dimana dua-duanya melibatkan agensi hayati. Yang pertama bisa diolah menjadi pupuk organik cair (POC) dengan bantuan mikrobia, yang kedua bisa diolah menjadi pupuk organik padat dengan bantuan larva lalat tentara hitam/black soldier flies (BSF). Hasil pengolahan limbah rumah tangga yang berwujud POC bisa dimanfaatkan untuk pupuk dan insektisida alami tanaman, sedangkan pupuk organik padat hasil olahan larva lalat tentara hitam bisa digunakan untuk pupuk juga. Yang menarik dari larva BSF ini, selain digunakan sebagai dekomposer sampah, larva tersebut pada ukuran tubuh tertentu bisa digunakan sebagai pakan ikan budidaya seperti lele. Di tingkat peternak, harga 1 kg larva BSF adalah Rp 7000,-. Selain digunakan sebagai pakan segar, larva BSF ini juga dikeringkan atau kemudian dijadikan tepung sebagai bahan baku pembuatan pelet pakan. Penelitian mahasiswa Biologi pernah mengangkat topik ini dan hasilnya baik untuk pertumbuhan ikan nila. Sedangkan untuk limbah anorganik seperti wadah atau kemasan, bisa disortir dan dimanfaatkan ulang untuk kegunaan yang lain. Seperti plastik wadah minyak, saat ini sering digunakan ulang untuk pot tanaman di pekarangan. “Jadi, tergantung kita masing-masing, mau atau tidak mengolah sampah pribadi kita masing-masing,” ungkapnya.
Terkait peran pemerintah dalam pengolahan sampah, Kukuh membagikan pengalamannya saat tinggal di Jerman. “Saya pernah mengunjungi tempat pengolahan sampah yang dimiliki pemerintah kota setempat. Lahan yang disediakan sangat luas, kurang lebih seperti TPST Piyungan yang kita miliki. Yang menarik dari tempat tersebut, ada pembagian area untuk pengolahan tiap jenis sampah tertentu, seperti area untuk sampah organik, limbah elektronik, limbah furniture, limbah plastik, dan sebagainya. Aturan yang ditetapkan pemerintah kota tentang pengambilan sampah dari rumah warga pun sudah jelas bahwa sampah harus dipilah terlebih dahulu berdasarkan jenisnya. Warga yang tidak memilah sampah mendapat sanksi berupa denda uang,” ujarnya. Berdasarkan contoh tersebut, Kukuh berpikir aturan pilah dan pilih sampah ini urgen untuk diterapkan di Indonesia. Pemilahan sampah sejak dini di tingkat rumah tangga akan menentukan nasib olahan dari jenis sampah tersebut.
Sebagai contoh di Jerman, pada area sampah organik di lokasi pembuangan sampah ada beberapa gundukan kompos hasil olahan sampah tersebut yang kemudian bisa diambil secara gratis oleh warga untuk kegiatan bercocok tanam. “Jika hal ini kita terapkan disini, saya pikir manfaat dari usaha bersama dalam pengolahan sampah akan lebih berdampak bagi kehidupan kita. Jadi saya berpikir bahwa pemerintah daerah harus menerapkan regulasi tentang tanggung jawab setiap warga atas sampah pribadi yang dihasilkan,” jelasnya. Edukasi tentang tanggung jawab atas sampah pribadi pun perlu diajarkan sejak dini di bangku sekolah dan rumah tangga. Hal inilah yang coba diajarkan secara praktis dan menyenangkan di Tandatawa, bahwa manusia bijak harus bertanggung jawab atas sampah pribadinya.
Di lingkungan UKDW Yogyakarta, perlu komitmen dari seluruh sivitas akademika untuk menjaga kebersihan. Sepanjang pengamatan Kukuh, kampus sudah berinisiatif dalam usaha menjaga kelestarian lingkungan. Contoh kecil dengan ketersediaan air minum isi ulang bisa mengurangi pembelian air minum dalam kemasan plastik. Program pilah sampah pun sudah coba diterapkan dengan penyediaan tempat sampah berdasarkan jenisnya. “Berhubung sifat baik dari inisiasi program ini, saya pikir perlu kesadaran yang sifatnya kontinyu dan berkelanjutan untuk menjaga lingkungan kampus dari ekses sampah yang perlu dimiliki sivitas akademika UKDW,” ujarnya.
Menjelang Dies Natalis ke-60 Duta Wacana, tersemai harapan Kukuh untuk UKDW Yogyakarta. “Berhubung UKDW terletak di tengah kota yang kadang terasa panas, saya berharap ketersediaan vegetasi hijau yang bermanfaat sebagai tanaman perindang, tanaman dekoratif ataupun tanaman sayur supaya bisa bertambah populasinya. Kalau kita sudah pernah membina beberapa lokasi kampung sekitar kampus menjadi kampung sayur, kenapa tidak kita canangkan dan realisasikan kampus kita juga sebagai kampus sayur. Mungkin dengan keberadaan kampus sayur dalam aktivitas urban farming ini bisa menjadi laboratorium hidup pembelajaran baik bagi sivitas akademika UKDW atau masyarakat sekitar,” kata Kukuh menutup wawancara dengan Koran Kampus. [Lia]