Salah satu bentuk program penting dalam ekosistem industri alas kaki adalah kreativitas. Bonus demografi Indonesia akan dapat diserap oleh industri domestik dengan baik jika sumber daya manusia industri mampu memberikan kontribusinya dalam suatu eksositem industri dalam hal ini alas kaki. Ekosistem industri yang baik memerlukan sdm industri atau masyarakat industri yang juga mempunyai kompetensi industri yang sesuai.
Oleh karena itu, Balai Pengembangan Industri Persepatuan Indonesia (BPIPI) secara rutin menyelenggarakan Indonesia Footwear Creative Competition (IFCC), sebuah kompetisi inovasi berkelanjutan untuk menangkap potensi generasi muda agar tertarik masuk dalam ekosistem industri melalui kreatifitas dan platform digital dalam bentuk fotografi, videografi, dan desain alas kaki. Dari program ini, BPIPI bersama stakeholder telah banyak memberikan ruang lingkup yang luas bagi sdm industri dalam hal kreatifitas dan inovasi.
     Melihat peluang tersebut, Winta Tridhatu Satwikasanti, Ph.D. Dosen Program Studi (Prodi) Desain Produk Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta sebagai salah satu pengampu mata kuliah Ergonomi Desain di semester 4, mendorong para mahasiswanya untuk mengikuti IFCC 2024. “Topik kompetisi ini berkaitan erat dengan tugas akhir semester tentang memahami kebutuhan fisik maupun afeksi pengguna terhadap kebutuhan alas kaki. Mahasiswa tidak hanya mengasah inovasi dan kreativitas namun juga secara aktif menjadi bagian dari ekosistem desain Indonesia”, imbuhnya.
     Shania Agustine Kartika Dewi Abiel Utomo, salah satu mahasiswi Prodi Desain Produk UKDW yang mengikuti IFCC 2024, berhasil meraih gelar Golden Finalist lewat karyanya yang berjudul The Beauty of Cenderawasih. Ia meraih penghargaan untuk kategori Footwear Design. Shania mengaku terinspirasi dari cendrawasih karena kecintaannya pada keindahan bulu cenderawasih yang sangat mempesona dan kesadarannya akan potensi besar pada kekayaan alam dan budaya Indonesia, khususnya Papua.
     “The Beauty of Cenderawasih adalah desain sepatu heels yang mengadaptasi bentuk dari sayap burung cenderawasih dengan warna khas kuning, merah, dan hijau zamrud yang cerah. Melambangkan keindahan, keanggunan, dan keberanian yang merepresentasikan kepakan semangat wanita Indonesia dalam meraih mimpi,” ujar Shania.
     Shania menambahkan proses perancangan sepatu ini melibatkan riset mendalam tentang budaya Papua, burung cenderawasih, dan permasalahan lingkungan yang diterjemahkan dalam enam sketsa. Dari enam sketsa tersebut, kemudian dipilih satu desain final yang diilustrasikan menggunakan software Photoshop. Setelah lolos penjurian tahap kedua, Shania melakukan presentasi offline di Universitas Ciputra Surabaya dalam babak Grand Final.
     “Subtema IFCC di tahun 2024 ini adalah Explore The Potential yang bertujuan mendukung Indonesia Melangkah To The Next Level. Saya merasa potensi besar yang dimiliki Indonesia adalah kekayaan alam dan budaya. Papua menjadi salah satu wilayah Indonesia yang amat kaya dengan alam dan budaya yang otentik, namun belum banyak diangkat dan diberdayakan padahal budaya dan alam mengalami krisis yang mengkhawatirkan terhadap keberlanjutannya. Oleh karena itu, saya memilih Papua sebagai konsep dalam pembuatan sepatu ini, yang mengambil satwa indah Cenderawasih, dan anyaman khas pulau Arborek Raja Ampat yang terbuat dari pandan duri. Hal ini merupakan aksi kepedulian terhadap habitat cenderawasih yang hampir punah, juga media eksploratif bagi anyaman khas Arborek untuk lebih diinovasikan menjadi produk yang lebih modern,” terang Shania dalam mengekspresikan kesan yang dirasakannya pada lomba ini. [FAD/SAK]

Pin It on Pinterest

Share This