Hampir selama 25 tahun salah satu rumah limasan Jawa yang berusia 44 tahun di daerah Bangunjiwo Bantul terabaikan dan perlahan rapuh bersama waktu. Tahun ini melalui Biennale Jogja, seorang Arsitek asal Serbia bernama Jelica Jovanović, Ph.D., yang memiliki keahlian dalam konservasi dan restorasi bangunan, berkolaborasi dengan mahasiswa Program Studi (Prodi) Arsitektur Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta untuk melakukan workshop dan dokumentasi arsitektur pada rumah limasan Jawa tersebut.

Proyek tersebut melibatkan sepuluh mahasiswa berbakat dari mata kuliah Studio Tematik Arsitektur Lokal dan Arsitektur Nusantara yakni Adi Putra Perkasa Pala, Dwi Krisnawan Rose, Hironimus Vegi Santuri Subarno, Ishak Bramsky, Jessica Citra Kusumaningtyas, Klaudius Rangga, Lorens Aser Sulo, Rinno Ferdhian, Winja All Setujuwin Mendrofa, dan Yonathan Wahyu Wijayadi. Kesepuluh mahasiswa terampil ini dibimbing oleh Linda Octavia, S.T., M.T., IAI., Dosen sekaligus Kaprodi Arsitektur, serta dibantu oleh dua koordinator lapangan, yaitu Hadi Jaya Putra, S.Ars., M.Ars. dan Dewiyanti Serofina Ngamelubun, S.Ars dan tiga supporting team, yaitu Agustina Tri Mulyani, S.Ars., Lintang Lokeswara Paramanandana, S.Ars., dan Wahyu Aji Pamungkas.

Para mahasiswa tersebut menghasilkan 6 karya hasil pendokumentasian rumah limasan Jawa tua melalui technical hand drawing dengan sketching style yang bersumber pada kondisi asli bangunan. Hasil karya mereka kemudian dipajang dengan megah untuk dinikmati oleh para pengunjung Biennale Jogja yang berdatangan mulai hari Sabtu, 8 Oktober 2023. Pameran juga diadakan di dalam (inner) bangunan rumah limasan Jawa tua yang ada di Bangunjiwo, Bantul. Tidak hanya dari Indonesia, lebih dari 100 pengunjung dari berbagai belahan dunia menyaksikan karya yang dihasilkan oleh mahasiswa Arsitektur UKDW ini. Rumah limasan Jawa tua Bangunjiwo, yang sebelumnya terbengkalai, kini menjadi pusat perhatian dalam pesta seni internasional.

“Mengikuti Biennale adalah sebuah petualangan yang penuh kebahagiaan. Di sana, kami tidak hanya mendapatkan pengalaman baru, melainkan juga bertemu dengan teman-teman baru dari berbagai negara yang menginspirasi. Biennale dan Jelica memberikan pelajaran berharga bahwa bahan-bahan di sekitar kita bisa diolah menjadi karya seni yang luar biasa,” ujar Winja, salah satu mahasiswa Arsitektur dari mata kuliah Arsitektur Nusantara.

Biennale Jogja merupakan bienalle internasional yang berfokus pada seni rupa, diadakan setiap dua tahun sejak tahun 1988. Tahun ini, berbeda dengan seri Biennale sebelumnya yang mengambil format vanue yang tersentralistis di satu gedung, Biennale Jogja 17 memiliki format vanue yang tersebar di berbagai lokasi. Mengangkat tema “Titen: Pengetahuan Menubuh, Pijakan Berubah”, Biennale Jogja 17 memunculkan gagasan tentang trans-lokalitas dan trans-historisitas untuk memberi ruang bagi sejarah yang lain dengan spirit sama. (FAD/HJP)

Pin It on Pinterest

Share This