Agenda pembangunan berkelanjutan 2030 yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan, pelestarian keanekaragaman hayati, memerangi perubahan iklim dan meningkatkan mata pencaharian tidak mungkin kita wujudkan tanpa disertai kemampuan kita untuk menghentikan tingkat degradasi ekosistem yang terjadi. Banyak ekosistem dunia telah mengalami degradasi dan berdampak negatif secara signifikan terhadap keanekaragaman hayati serta mata pencaharian masyarakat. Perubahan iklim, penurunan kualitas udara, kualitas air, kualitas tanah, meningkatnya kasus pencemaran lingkungan, krisis air tawar, deforestasi, hilangnya habitat dan keanekaragaman hayati menjadi ancaman nyata yang berimplikasi luas pada kualitas dan keberlanjutan kehidupan di bumi. Pandemi Covid-19 merupakan peringatan keras yang dikirimkan bumi karena adanya ketidakseimbangan sistem alamiah akibat praktek pembangunan yang tidak ramah lingkungan. Dan hanya ada satu cara untuk mengembalikan apa yang hilang yaitu dengan memulihkan keseimbangan alamiah melalui gerakan restorasi bumi.
Dekade Restorasi
Pada tanggal 1 Maret 2019, Perserikatan Bangsa-Bangsa melahirkan agenda Dekade Restorasi Ekosistem (UN- Decade on Ecosystem Restoration) 2021-2030 untuk mencegah, menghentikan, dan membalikkan degradasi ekosistem di seluruh dunia. Semua inisiatif dalam Dekade Restorasi Ekosistem difokuskan pada upaya perlindungan serta restorasi ekosistem. Inilah alasan mengapa tema Hari Bumi tahun 2021 ini adalah ‘Pulihkan Bumi Kita’. Melalui perayaan hari bumi sedunia diharapkan tumbuh kesadaran baru, kepedulian dan komitmen semua pihak untuk mengurangi, menghentikan kerusakan lingkungan serta melakukan berbagai inovasi untuk merestorasi bumi. Restorasi merupakan upaya untuk memulihkan kerusakan yang terjadi dengan cara menghentikan faktor penyebab kerusakan karena secara alami, lingkungan mempunyai kemampuan untuk memulihkan dirinya sendiri dan atau membantu percepatan proses pemulihan dengan berbagai intervensi seperti penanaman pohon, penyuburan tanah dll. Prakarsa pemulihan bumi dapat dilakukan oleh semua orang baik dari unsur pemerintah, swasta, perguruan tinggi, tokoh masyarakat, tokoh agama, mahasiswa, komunitas dan lembaga swadaya masyarakat. Pemulihan bumi dapat kita jadikan paradigma baru dan tonggak penting untuk melakukan transformasi lingkungan, sosial dan ekonomi menuju arah pengelolaan lingkungan yang lebih baik, adil dan berkelanjutan. Gerakan pemulihan bumi dapat kita lakukan secara masif untuk memulihkan sungai, danau, waduk dan laut kita yang tercemar, hutan yang terdegradasi, hilangnya kekayaan biodiversitas kita dll. Melalui gerakan pulihkan bumi diharapkan keseimbangan alam dapat kita pulihkan sehingga daya dukung lingkungan terkelola secara optimal untuk kelangsungan kehidupan dan pembangunan.
Literasi dan komunikasi Lingkungan
Degradasi lingkungan merupakan manifestasi fisik dari ketidakseimbangan proses alamiah yang terjadi akibat perilaku manusia dalam memanfaatkan alam. Sehingga proses pemulihan bumi tidak akan berjalan efektif bila hanya bertumpu pada penyelesaian secara teknis melalui restorasi ekosistem tanpa diikuti perubahan secara mendasar aspek perilaku. Perilaku masyarakat terhadap lingkungan sesungguhnya tidak terlepas dari tingkat pengetahuan dan sikap tentang berbagai hal yang berkaitan dengan lingkungan. Dan cara paling efektif untuk dapat merubah perilaku masyarakat yaitu melalui pendidikan dengan peningkatan literasi dan komunikasi lingkungan, Literasi dan komunikasi lingkungan adalah modal dasar terbangunya masyarkat yang berkeadilan dan berkelanjutan. Komponen penting dalam literasi lingkungan yaitu pengetahuan ekologi, isu-isu lingkungan, pengetahuan sosial politik, keterampilan kognitif, afektif, dan faktor-faktor yang memengaruhi perilaku bertanggung jawab terhadap lingkungan. Sementara komunikasi lingkungan menurut Robert Cox dalam bukunya Environmental Communication and the Public Sphere, merupakan sarana pragmatis dan konstitutif untuk memberikan pemahaman mengenai lingkungan kepada masyarakat, seperti halnya hubungan kita dengan alam semesta. Literasi dan komunikasi lingkungan dapat kita kita gunakan untuk membangun kesepahaman mengenai permasalahan lingkungan (Cox, 2010:20). Literasi dan komunikasi menjadi hal yang penting untuk memunculkan isu-isu maupun solusi/inovasi yang ditawarkan agar dapat muncul ke permukaan sehingga diketahui oleh masyarakat. Di era pandemi yang semuanya serba daring, maka media massa termasuk media sosial (twitter, instagram, line, facebook, bahkan tiktok, dll) menjadi senjata yang ampuh dalam menyebarkan informasi di berbagai lapisan masyarakat baik secara sosial, politik, maupun ekonomi. Isu yang disiarkan di media massa dapat menjadi isu yang diperbincangkan atau menjadi perhatian publik. Hal ini turut mempengaruhi kebijakan yang akan dibuat sehingga peran media sangatlah penting. Menurut Teori Agenda Setting Theory menyatakan bahwa media mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi persepsi audiens mengenai sebuah isu yang dianggap penting, sehingga agenda media merupakan agenda publik dan agenda pemerintah/kebijakan. Media menjadi mediator antara publik dan pemerintah. Oleh karena itu penting untuk memaksimalkan penggunaan media untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan. Melalui pengembangan literasi dan komunikasi lingkungan kita dapat mempersiapkan individu yang memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku yang mumpuni untuk beradaptasi dan berinovasi dalam memanfaatkan kekayaan bumi secara bertanggung jawab dan lestari.
Djoko Rahardjo (Staf Pengajar Fakultas Bioteknologi UKDW Yogyakarta)