KREATIF DAN INOVATIF

Munif Chatib menulis tentang keunggulan sebuah sekolah itu dapat dilihat melalui dua indikator yakni input process dan best process. Jika sebuah sekolah menekankan pada input process, maka akan nampak kelemahan dan kekuatannya. Kekuatannya ada pada proses seleksi awal, melalui tes akademik, dan dapat memilih siswa yang memang pintar sudah dari sananya. Kelemahannya, para pengajar akan cenderung bersikap biasa saja dan kurang kreatif, sebab mengajar anak didik yang sudah pintar, meskipun didampingi oleh guru biasa saja, tidak akan jadi masalah. Output dari sekolah yang menekankan model input process lebih ditentukan oleh faktor para siswa, daripada gurunya. Sementara itu, kekuatan sekolah yang menekankan best process terletak pada daya juang dan kreativitas serta kegigihan para guru dalam membantu murid-murid saat mengalami perubahan sikap hidup dan penambahan pengetahuan. Kelemahan sistem ini adalah para murid tidak akan diseleksi secara ketat, semua dapat diterima serta diberi kesempatan berproses sesuai dengan kemampuan dan gaya belajarnya masing-masing. Sehingga output dari sekolah yang menekankan best process sangat ditentukan oleh kualitas, kreativitas, inovasi pembelajaran, dan ketekunan para guru dalam mendampingi serta menolong murid-muridnya saat mengalami perubahan sikap hidup dan pengayaan pengetahuan untuk dapat berkembang.

Berdasarkan dua proses tersebut, maka yang berbahagia adalah sekolah yang menekankan pilihannya pada best process, sebab seluruh perhatian segenap pendukung akademik akan dicurahkan dengan totalitas untuk menolong siapapun muridnya, dengan kondisi dan latar belakang apapun, hingga pada akhirnya mengalami perubahan hidup. Jika memakai istilah Capra, maka pendidikan yang mengubahkan ibarat membawa anak didik menemukan titik balik (turning point) dari kesadaran dirinya untuk menjadi apa di alam raya yang terhampar luas ini. Dengan kata lain, menolong manusia menemukan dirinya sebagai manusia yang berbeda dari yang lainnya, itulah keberhasilan mendidik. Jika demikian, maka keberadaan sekolah maupun kampus dengan segenap unsur pendukungnya sangat berperan dalam membawa perubahan sikap mental anak didiknya. Bagaimana kampus menjadi rumah berproses bersama dalam ragam perbedaan inputnya, tetapi dapat menghasilkan output yang berkualitas? Hal ini tidak hanya membutuhkan kerelaan hati dan strategi untuk mencapainya. Apakah Duta Wacana sungguh akan menjadikan dirinya sebagai rumah berproses yang pada akhirnya dapat menginspirasi yang lain?

Pertanyaan refleksi bersama di usia Duta Wacana yang ke-56. Usia yang dikatakan sudah mencapai dewasa penuh dan mampu mengambil kebijakan yang seimbang antara rasionalitas, emosionalisme, spiritualisme dan sikap etis. Kedewasaan yang juga ditandai dengan kesadaran peran sebagai institusi kepanjangan tangan misi 12 gereja pendukung dalam menggarami dan menerangi masyarakat, bangsa, dan negara. Melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi yang dijunjung sebagai institusi pendidikan, maka setidaknya apa yang dikatakan Confusius menjadi indikator untuk menetukan mahasiswa keluaran Duta Wacana. Confusius menuliskan tentang pembentukan seorang Chun Tzu (orang baik) dalam hidup di masyarakat tidak dapat hanya diserahkan kepada keluarga dan sekolah/kampus, tetapi juga harus belajar dari masyarakat secara real. Itu sebabnya sinergitas antara orangtua para mahasiswa, kampus (sivitas akademika), dan masyarakat menjadi penting untuk dirajut. Untuk menjadi rumah berproses yang menghasilkan perubahan sikap mental yang berkarakter mulia, jelas membutuhkan lebih dari satu cara atau strategi, di sinilah kreativitas diperlukan. Selain itu dibutuhkan lebih dari satu pendekatan yang beragam, bukan sekadar mendaur ulang bekal masa lalu, tetapi mampu menghasilkan temuan baru, di sinilah semangat inovatif diperlukan. Duta Wacana, the massanger of God, maukah diutus menjadi penjala manusia yang kreatif dan inovatif?

DIUTUS MENJADI PENJALA MANUSIA

Logika perkembangan selalu akan diawali dengan penanaman, pemeliharaan, pertumbuhan, dan akhirnya perkembangan. Duta wacana adalah utusan firman yang disemai didalam konteks masyarakat Yogyakarta. Diutus untuk mengumandangkan visiMenjadi universitas Kristen unggul dan terpercaya yang melahirkan generasi profesional mandiri bagi dunia pluralistik berdasarkan kasih”. Setidaknya inspirasi Petrus yang berproses dengan pengalaman pekerjaannya sebagai penjala ikan, mengolah setiap kegagalan dari usahanya sendiri menolong kita melihat kembali dengan jernih perihal kesadaran awal. Apakah motivasi utama didirikannya Duta Wacana? Bukankah untuk menjadi penjala manusia? Menjangkau sebanyak mungkin orang agar mengenal, menghidupi nilai-nilai mulia, seperti kesetiaan pada Allah, integritas, keunggulan kerja, dan melayani dengan kasih?

Sebagai penjala ada tiga hal yang diperlukan yakni alat (tool) yang digunakan, kendaraan (perahu), dan lokasi yang tepat (danau, laut, sungai). Petrus melakukan koreksi dengan baik atas pekerjaannya sebagai penjala ikan yang profesional. Dari sisi alatnya, tidak ada yang koyak dan alat disiapkan dengan baik. Dari sisi perahu dan lokasi juga sudah tersedia. Namun demikian, kegagalan panen justru terjadi! Apa yang kurang dipersiapkan? Keterlibatan pihak ketiga sangat diperlukan untuk membuat pekerjaan sebagai penjala ikan menjadi berhasil. Yesus diibaratkan sebagai pihak ketiga yang menentukan keberhasilan seluruh proses persiapan Petrus dan kawan-kawan. Pribadi ketiga yang hadir dengan ketulusan, spirit yang bersih dan memberkati, serta bermitra dalam perhatian. Yesus memberkati pekerjaan Petrus, melalui perintah-Nya dan kehadiran-Nya yang nyata.

Something unpredictable selalu dialami, atau suasana blessing in disgue dapat saja terjadi pada waktu dan saat yang tepat, ketika rasa putus asa dan gagal justru sedang memuncak. Itulah rahmat Allah, daya Ilahi yang melampaui segala akal pikiran manusia. Petrus menyadari kehadiran Yesus dan hal yang dilakukan-Nya sudah mengubahkan dirinya, hingga akhirnya muncul pengakuan baru setelah ia berproses dengan pengalaman imannya sendiri. Inilah pengalaman yang mengubahkan. Petrus ditantang dengan pernyataan “engkau akan Kujadikan sebagai penjala manusia!”. Persoalannya, mau atau tidak untuk turut serta dalam perarakan misi Yesus? Inspirasi baru didapati ketika seseorang dengan sungguh-sungguh mengolah pengalaman imannya. Demikian juga Duta Wacana, sepanjang 56 tahun berkiprah, jika mau jujur, maka lebih banyak karena rahmat Allah yang menyertai. Apakah kita sebagai pribadi dan institusi Duta Wacana sudah dapat menjadi inspirasi bagi yang lain?

KAMPUS INSPIRATIF (SEBUAH IDEALITAS)

New spirit ada di dalam diri Petrus. Menjadi pekerja yang inspiratif, setidaknya setiap hari melakukan pemeriksaan diri dalam pembaharuan semangat juang dan praktik nyata orentasi diri dalam bekerja. Dari kerja keras, menjadi kerja cerdas di atas dasar iman. Kerja keras menghasilkan material (jumlah dan pertambahannya), kerja cerdas berarti pemilihan strategi, memperhatikan situasi, kondisi, lokasi yang tepat, dan pilihan waktu yang seturut dengan kehendak Allah. Dengan kata lain, kerja keras saja belum cukup, cerdas saja tidak menjamin perubahan yang berkenan, akan tetapi harus didasari kesadaran iman bersama segenap warga kampus. Bahwa kemurniaan alasan (motivasi) dalam melakukan tindakan semestinya berpadanan dengan maksud Allah melalui setiap profesi yang diembannya. Sikap profesionalitas dalam bekerja dan kepercayaan akan kehadiran daya gerak Allah inilah yang lebih aktif sebagai  penentu perubahan. Sehingga haruslah tetap diakui, bahwa manusia memang yang merancang, tetapi Tuhanlah yang menentukan.

Kampus yang transformatif, mau berproses seperti Petrus. Manusia dalam keterbatasannya dapat menjadi berdaya, ketika percaya bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bersama. Inilah yang Yesus lakukan, Ia menanyakan kesungguhan Petrus untuk memasuki sebuah area transformasi total dalam hidupnya. Pengalaman menjadi penjala yang gagal, pengalaman kerja keras tanpa hasil, pengalaman semalam-malaman menghabiskan waktu (tidak efisien) dan tanpa hasil apa-apa, membuat Petrus menjadi pekerja yang sempat frustasi, lelah fisik maupun emosinya. Yesus hadir memberikan bukan hanya sekadar instruksi baru, tetapi juga motivasi dan tantangan baru (perubahan paradigma dalam bekerja). Petrus berhasil mendapatkan apa yang diharapkannya ketika memakai cara kerja Yesus. Kata Yesus kepadanya: “Tebarkanlah jalamu ke samping”. Maka didapatinya ada banyak ikan bahkan melebihi ekspektasinya. Ketika melibatkan Allah dalam pekerjaan, dalam sikap percaya, dan tindakan yang total mendengar instruksi-Nya, maka tidak ada hasil yang mengecewakan. Oleh sebab itu kerja terarah dan jelas orientasinya sangatlah penting.

Kampus sederhana dengan kualitas mental prima. Kesadaran bahwa sikap mengeraskan diri hanya dengan mengikuti satu cara, strategi, pandangan, dan sikap kolot, ternyata dapat menutupi jalan rahmat Allah. Inilah yang oleh Petrus akhirnya dibuang, ada dosa motivasi dalam bekerja yakni membatasi rahmat Allah yang lebih besar seharusnya terjadi. Yesus mengundang: “Petrus, hari ini engkau akan Kujadikan penjala manusia”. Seperti Petrus, diutus untuk menekuni profesinya sebagai penjala. Demikian juga Duta Wacana yang diutus di tengah tantangan zaman global, menekuni profesi menjala sebanyak mungkin orang melalui pendidikan untuk turut serta dalam perarakan perubahan sikap mental warga bangsa Indonesia. Mampukah kita menginspirasi orang lain, mulai dari perubahan positif di kampus sendiri? (NM)

Pin It on Pinterest

Share This