Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta berduka atas meninggalnya Ir. Eko Agus Prawoto, M.Arch., IAI, Dosen Program Studi Arsitektur Fakultas Arsitektur dan Desain (FAD). Pak Eko tutup usia pada usia 65 tahun, Rabu (13/9/2023) sekitar pukul 19.15 WIB di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito Yogyakarta.

Semasa hidupnya, selain dikenal sebagai Dosen Arsitektur UKDW, Pak Eko juga dikenal sebagai arsitek dan seniman yang selalu berupaya mendekatkan arsitektur dengan akar budaya, karena tidak ingin karya arsitektur terpisah dari kesatuan ekosistemnya. Karyanya selalu menunjukkan kearifan lokal nusantara yang berpihak pada kemanusiaan dan hunian hijau.

Pak Eko berusaha meningkatkan nilai lokalitas yang unik dan menjadi ciri khasnya. Nilai-nilai tersebut kemudian diejawantahkan menjadi strategi desain untuk mengintegrasikan arsitektur dalam konteks sosial, budaya, dan lingkungan. Upaya menautkan arsitektur dengan akar budaya itu dilakukan dengan memasukkan lokalitas, misalnya terkait teknik membangun dan pengolahan material. Dimana penggunaan bahan-bahan bangunan berasal dari daerah lokal dan menyelaraskan dengan alam Indonesia.

Sebagai arsitek, Pak Eko juga dinilai memiliki kepedulian yang tinggi dengan lingkungan, sehingga sering disebut sebagai seorang arsitek sosial. Pak Eko tak hanya memperhatikan aspek teknis bangunan yang dirancangnya, tetapi juga sangat memperhatikan kondisi lingkungan tempat bangunan itu berdiri.

Pak Eko juga dinilai berhasil membuat bambu ‘mendunia’ dengan sentuhan estetik tangannya. Desain seni instalasi bambu yang dibuat Pak Eko menghiasi danau di Brussel, Belgia hingga di Arnhem, Belanda. Pak Eko menunjukkan desain bambu tidak kalah dengan selera desain di negara maju, bahwa karya berbahan bambu lokal sama derajatnya dengan karya lainnya.

Pria kelahiran Purworejo, 13 Agustus 1958 ini menempuh studi di Teknik Arsitektur Universitas Gadjah Mada dan mengambil program Magister Arsitektur di The Berlage Institute, Amsterdam, Belanda. Sejak tahun 1985, Pak Eko sudah menjadi dosen di FAD UKDW yang mengampu mata kuliah tektonika arsitektur, kajian teknologi lokal, studio perancangan dasar, dan studio tematik (arsitektur lokal).

Selain mengajar, Pak Eko aktif berkarya sebagai arsitek dengan merancang berbagai bangunan, termasuk rumah sejumlah seniman di Yogyakarta. Pak Eko juga terlibat dalam banyak aktivitas sosial, seperti merancang rumah tahan gempa untuk korban gempa bumi di Kabupaten Bantul, DIY. Pak Eko juga beberapa kali ikut dalam pameran seni dengan menampilan karya seni instalasi. Karya-karyanya pernah dipamerkan di beberapa ajang bergengsi seperti Venice Biennale 2000, Arte All-arte, Gwangju Biennale, Echigo Tsumari Art Triennial, Kamikatsu Art Festival, Anyang people Art Project di Korea, Common Ground Australia, Singapore Bienalle 2013, Holbaek Denmark 2016, Sonsbeek 2016, Common Ground Australia, Regionale XII Austria, hingga di I Light Singapore – Bicentennial Edition 2019. 

Beberapa penghargaan yang pernah diraih Pak Eko meliputi Shortlisted Aga Khan Architecture Award (AKAA) untuk karya Rekonstruksi Desa Ngibikan dari Aga Khan Architecture Award (AKAA), Citation IAI Award untuk karya Padusan dari Ikatan Arsitektur Indonesia, Anugerah Kebudayaan DIY/Bidang Pelopor dan Perintis dari Gubernur DIY, dan Anugerah Kebudayaan Indonesia/Bidang Arsitektur dari Kemendikbudristek.

Rektor UKDW, Dr. -Ing. Wiyatiningsih, S.T., M.T., menyampaikan Pak Eko adalah dosen yang tidak pernah lelah membagikan ilmu dan pengalamannya. Pak Eko merupakan dosen dan arsitek yang menjadi salah satu pendiri UKDW. Pada tahun 1985, ikut merintis jurusan Teknik Arsitektur UKDW, jurusan pertama yang ada di UKDW.

“Pak Eko tidak pernah lelah untuk mengembangkan serta mengawal keberlanjutan dari universitas ini. Bagaimana kampus ini harus berdiri, bertahan, dan dikembangkan menjadi kampus yang unik dan memiliki kekhasan. Kecintaan Pak Eko dibuktikan melalui karya-karya yang luar biasa dan selalu kita kenang, karena di setiap sudut UKDW, kita dapat melihat karya-karyanya di setiap sudut UKDW. Setiap detail yang ada di Auditorium, Gedung Didaktos, atrium, selasar, tangga, sudah dipikirkan supaya menjadi keunikan UKDW dan orang yang pernah melihatnya ingin kembali dan mengenang UKDW sebagai kampus tercinta,” paparnya.

Pemikiran-pemikiran Pak Eko yang seringkali tidak mudah untuk diikuti, karena selalu berkembang dan memiliki perspektif yang berbeda, seolah memang didesain untuk mengusik kenyamanan dan ketentraman kita. “Kita selalu diajak berpikir lebih luas dan dalam, supaya pandangan kita semakin luas dan tidak cukup puas denga napa yang dicapai saat ini. Kita harus selalu berpikir berbeda, hal-hal apalagi yang bisa dilakukan. Kita diajak untuk berpikir kritis dan tidak hanya berdiam diri,” ungkapnya.

Pengurus Yayasan Perguruan Tinggi Kristen (YPTK) Duta Wacana, Prof. Dr. Ir. Radianata Triatmadja mengatakan Pak Eko telah mengabdikan dirinya selama 38 tahun di UKDW. Karya-karyanya, cara berpikir, ide-ide yang brilian, serta kebijakannya dalam mengembangkan arsitektur yang tidak terlepas dari lingkungan, alam, budaya, dan seni telah menginsipirasi ribuan mahasiswa yang diajar dan dibimbing, serta teman-teman sebidangnya, maupun orang-orang yang sempat menikmati dan mengagumi karya-karyanya.

“Karya-karya Pak Eko sudah banyak mengedukasi generasi penerus dan diterapkan di Indonesia maupun di luar negeri. Karya-karyanya akan menjadi monumen dan sumber belajar bagi sivitas akademika UKDW. Pak Eko telah menghasilkan menghasilkan buah yang banyak, lebat, dan manis, bermanfaat bagi bangsa dan negara. Baik sebagai dosen, pimpinan di UKDW yaitu sebagai Ketua Jurusan hingga Pembantu Rektor I UKDW, maupun sebagai profesional unggul yang mengharumkan nama UKDW,” tuturnya.

Semoga ilmu-ilmu dan karya-karya yang ditinggalkan Pak Eko bisa menjadi inspirasi untuk kita dalam berkarya. Selamat jalan Pak Eko, terima kasih atas jasa dan pengabdianmu untuk UKDW. Semangat dan teladanmu akan terus menyala di dalam hati kami. [mpk]

Pin It on Pinterest

Share This