Bagi Dr. -Ing. Wiyatiningsih, S.T., M.T. terpilih sebagai rektor perempuan pertama di Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta merupakan sebuah tantangan besar, karena hal ini menjadi tonggak baru bagi UKDW, yang belum pernah terjadi sebelumnya. Baginya, menjadi seorang rektor bukanlah suatu hal yang harus dibangga-banggakan, namun sebuah tantangan yang harus dihadapi. Terlebih kebijakan-kebijakan yang nantinya akan diambil dan membawa perubahan bagi UKDW, pasti akan diperhitungkan dan dinilai oleh seluruh sivitas akademika UKDW.
“Dipilih sebagai rektor, khususnya rektor perempuan pertama di UKDW, merupakan sebuah tantangan yang harus dibuktikan. Dimana UKDW sudah memberikan peluang dan ruang bagi semuanya, tidak hanya golongan tertentu, terutama aspek gender. Hal ini merupakan sesuatu yang luar biasa bagi saya. Tinggal bagaimana membuktikan bahwa kita bisa setara dengan para rektor pendahulu yang semuanya adalah laki-laki. Karena kita ini perempuan, mungkin ada yang menyangsikan atau tidak yakin. Nah, ini saatnya berjuang untuk menunjukkan bahwa kita bisa,” tuturnya.
Ketika melamar menjadi dosen, Bu Ning begitu sapaan akrabnya, tidak pernah membayangkan akan menjadi rektor. Namun seiring perjalanan waktu, dirinya menyadari bahwa jabatan struktural di sebuah perguruan tinggi itu seperti bergulir. Dimana setiap dosen bisa bergantian menduduki jabatan struktural. Tidak seperti bekerja di sebuah perusahaan yang fokus pada jenjang karirnya, dimana seseorang bisa mencapai puncaknya sebagai pimpinan tertinggi. Di perguruan tinggi, setelah tidak menjadi rektor, atau memegang jabatan struktural, bisa fokus kembali pada tugasnya sebagai dosen.
“Hal ini bukan perkara pernah terbersit atau tidak menjadi rektor. Tetapi lebih ke pertimbangan berani atau tidak memenuhi tantangan tersebut. Ketika saya belum sampai pada tahap ini, membayangkannya saja terasa ngeri-ngeri sedap untuk bisa sampai di titik ini. Tetapi akhirnya ada satu momen yang kemudian membuat saya harus menjawab pertanyaan, karena setiap periode selalu ditanyakan kesanggupannya,” jelasnya.
Sebelum dilantik menjadi rektor, Bu Ning tentu harus melewati proses yang panjang. Lulusan S1 Teknik Arsitektur UGM ini bergabung menjadi Dosen Program Studi (Prodi) Teknik Arsitektur UKDW pada tahun 1996. Kemudian Bu Ning melanjutkan pendidikan S2 di Prodi Teknik Arsitektur UGM dan selesai pada tahun 2001. Tak cukup gelar S2, Bu Ning pun lantas melanjutkan studi S3 di Karlsruher Institut fur Technologie Jerman pada tahun 2005. Selama berkiprah di UKDW, Bu Ning pernah menjabat sebagai Sekretaris Program Studi Teknik Arsitektur, Anggota Senat UKDW, Wakil Dekan Bidang Administrasi dan Keuangan Fakultas Arsitektur dan Desain (FAD), Sekretaris Senat FAD, Dekan FAD, dan Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM). Hingga pada saat ia telah menjabat posisi-posisi tersebut itulah, Bu Ning kemudian mempertimbangkan untuk mengikuti bursa pemilihan calon rektor.
“Jika pernah tersebut bahwa menjadi rektor adalah cita-cita saya sejak TK, sebenarnya pernyataan itu seperti guyonan atau candaan. Kadang-kadang kita dihadapkan pada sebuah pertanyaan yang jawabannya seperti basa-basi. Kalau saya menjawabnya sambil guyon, kemudian saya menjawab jika ini adalah cita-cita saya sejak kecil. Artinya, sebetulnya saya sanggup, tetapi bagaimana membahasakannya supaya saya tidak merasa hal itu sebagai beban, sebagai suatu kewajiban yang harus dipenuhi. Sebetulnya, dengan jawaban itu, saya menekankan ke diri sendiri bahwa saya memang sungguh-sungguh bersedia menjadi rektor dan pasti bisa menjalaninya,” terang Bu Ning.
Sebelum menjawab tantangan menjadi rektor, Bu Ning tentu berdiskusi lebih dahulu dengan keluarga, karena dampaknya pasti besar terhadap keluarga. Tanpa dukungan dari keluarga, tentunya tanggung jawab akan terasa lebih berat. “Dukungan keluarga ini sangat penting, terutama dalam hal pengaturan tanggung jawab pengelolaan tugas-tugas rumah tangga. Harus ada pembagian yang sepadan dan komunikasi yang berjalan dengan baik. Pasti akan banyak pengertian yang harus diberikan oleh keluarga, sehingga akan lebih mudah dalam menjalani peran yang baru ini,” ungkapnya.
Terkait program-program yang akan dijalankan, Bu Ning menyebutkan akan melanjutkan program yang sudah dikerjakan oleh rektor-rektor sebelumnya yaitu mewujudkan mimpi UKDW sebagai Sustainable Entrepreneurial Research University (SERU). Untuk mendukung hal tersebut, sebagai tahapan awal, jajaran rektorat yang baru akan mempertajam positioning UKDW.
“Kita harus menentukan posisi UKDW ini dimana, dengan siapa bermitra, dan dengan siapa berkompetisi. Kalau salah sasaran dalam menentukan mitra atau kompetitor, itu tidak akan tepat. Selanjutnya kita harus memiliki selling point yang kuat. Kita harus tahu UKDW ini dikenal sebagai universitas Kristen yang seperti apa, karakter atau keunikan apa yang dimiliki dan tidak ada di universitas lain. Saat ini, orang pasti akan mencari universitas yang adaptif dan kompetitif,” paparnya.
Bu Ning menambahkan selain hal tersebut, jajarannya juga berusaha mewujudkan sivitas akademika yang mempunyai idealisme tetapi juga rasionalis. “Artinya kalau di dunia pendidikan itu, idealis bukan karena aturan atau harus bagus karena ada penjaminan mutu yang terakreditasi. Tetapi karena kita punya idealisme, kita sebagai lembaga pendidikan harus mempunyai ide-ide yang luar biasa demi pengembangan ilmu pengetahuan. Namun kita juga harus melihat bahwa negara kita punya sistem pendidikan dan standar yang harus diikuti. Jika kita tidak bisa memenuhi standar itu, maka yang idealis tadi tidak bisa berjalan dengan baik,” terangnya.
Sementara itu untuk target yang akan segera direalisasikan di tahun pertama adalah menjadikan penjaminan mutu sebagai budaya. Segala hal yang dikerjakan ada standar atau kualitas, bukan karena akan dinilai tetapi sebagai budaya yang baik. Untuk mewujudkannya butuh penataan dan pengelolaan yang melibatkan kolaborasi antara fakultas, lembaga, maupun unit. “Selain itu, kita harus memperkuat kemitraan atau jejaring kita. Misalnya kita bisa menggandeng alumni yang luar biasa untuk menjadi mitra sehingga bisa mengembangkan UKDW supaya lebih dikenal lagi daripada sebelumnya,” katanya.
Menurut Bu Ning, UKDW harus terus meng-upgrade kualitas yang sudah dimiliki. Setiap fakultas maupun unit harus melihat kembali perkembangan sekarang dan tantangan di sekitarnya. “Kita harus melihat positioning tadi, sehingga bisa hadir di tengah-tengah kondisi yang kompetitif seperti saat ini. Diperlukan partisipasi yang kuat dari setiap sivitas akademika, dengan kerja sama antara unit, lembaga, dan fakultas di UKDW,” tuturnya.
Bu Ning melihat bahwa UKDW memiliki potensi untuk berkolaborasi dengan baik karena UKDW memiliki kekeluargaan yang kuat dan nilai-nilai kedutawacanaan, yang jika diterapkan sangat luar biasa dampaknya. Bu Ning juga mengungkapkan ingin menjadikan UKDW sebagai lingkungan kerja yang membahagiakan.
Selama lebih dari 25 tahun berkiprah di UKDW, Bu Ning dikenal sebagai pribadi yang mudah ditemui dan mudah diajak berkomunikasi. Bu Ning juga seorang pribadi yang selalu mengandalkan Tuhan. Prinsip hidupnya yang selalu mengandalkan Tuhan dalam menghadapi setiap permasalahan, akan terus diterapkan selama mengemban tugas sebagai Rektor UKDW.
“Karena kalau saya hanya mengandalkan diri sendiri, permasalahan tidak akan terselesaikan dengan baik. Prinsip ini yang selalu saya pegang dan keputusan saya mau menduduki posisi ini karena saya hanya bersandar pada Tuhan. Apapun yang kita kerjakan ini semua berdasarkan pada keimanan kita. Tidak untuk mendapat penilaian yang baik dari siapapun, tetapi berbuat yang terbaik untuk Tuhan,” terangnya.
Bu Ning berharap setiap sivitas akademika UKDW bisa menghayati dan menerapkan nilai-nilai kedutawacanaan, karena jika diterapkan dengan sungguh-sungguh akan memberikan dampak yang luar biasa.
“Melakukan yang terbaik, salah satu contohnya, jika kita bekerja dengan tulus dan baik, pasti akan menghasilkan sesuatu yang baik. Hal itu akan merembet pada relasi, bagaimana berinteraksi dengan sesama dalam keseharian. Jika tidak memiliki hal tersebut, mungkin relasi kita jadi tidak nyaman dan membuat kita tidak berkembang. Saya juga berharap UKDW menjadi rumah, sehingga jika orang sudah merasa homey maka akan membuat yang terbaik. Supaya relasi antara sivitas akademika juga lebih baik, sehingga pekerjaan terasa ringan. Namun, nyaman bukan berarti kita tidak mau berkembang, justru untuk mendorong kita semakin maju dan menjadi lebih baik lagi,” pungkasnya. (mpk)