Kanker adalah penyakit tidak menular multifaktorial hasil interaksi antara faktor genetika dan lingkungan, menyebabkan kontrol tubuh terhadap proliferasi, inhibisi dan kematian sel secara genomik tidak terjadi. Diagnosis penyakit kanker dini pada stadium awal atau sebelum invasif, memberikan harapan hidup baik, tetapi bila terdiagnosis sudah stadium lanjut angka harapan hidup menjadi rendah. Prevalensi kanker di Indonesia meningkat dari 1,4% tahun 2013 menjadi 1,8% tahun 2018, khususnya kanker serviks. Kanker serviks merupakan kanker yang disebabkan oleh virus Human Papilloma (HPV) yang bersifat onkogenik. Jenis kanker ini muncul pada leher rahim wanita yang berfungsi sebagai pintu masuk menuju rahim dari vagina.

Menurut Yayasan Kanker Indonesia (YKI), kanker serviks merupakan penyakit pembunuh wanita nomor satu di Indonesia. YKI memperkirakan penderita kanker serviks tidak kurang dari 15.000 perempuan setiap tahunnya, dimana setiap harinya dua puluh dari empat puluh wanita yang terdiagnosa menderita kanker serviks, meninggal karena kanker serviks. Tingginya kasus kanker serviks di Indonesia membuat WHO menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah penderita kanker serviks terbanyak di dunia.

Bertepatan dengan hari Kanker Sedunia yang jatuh pada tanggal 04 Februari 2019, Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) menyelenggarakan “Penyuluhan Pap Smear dan Kanker Serviks Serta Pemeriksaan Pap Smear Bagi Karyawan UKDW”di Ruang Seminar Pdt. Dr. Tasdik. Acara yang dibuka oleh dr. Sugianto, Sp.S.,M.Kes., Ph.D. selaku Wakil Dekan III FK UKDW ini merupakan salah satu program pengabdian kepada masyarakat Bagian Patologi FK UKDW. 

Pembicara yang dihadirkan untuk mengisi penyuluhan ini diantaranya Yona Agatha Theodora yang menyampaikan mengenai hubungan tingkat pengetahuan dan persepsi kanker serviks dan pemeriksaan inspeksi visual menggunakan asam asetat dengan sikap pemeriksaan pap smear serta dr. JB Soebroto, SpPA (K) yang menjelaskan mengenai promosi dan prevensi kesehatan reproduksi. Selain itu turut hadir pula dr. Tejo Jayadi, SpPA yang mempresentasikan mengenai interpretasi pemeriksaan IVA dan pap smear serta dr. Theresia Avilla Ririel Kusumosih, SpOG yang memaparkan mengenai penyakit menular seksual dan kanker servik.

Dalam paparannya, dr. JB Soebroto, SpPA (K) menyebutkan bahwa semua perempuan berisiko terkena kanker serviks. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan seorang perempuan menjadi lebih berisiko terkena kanker serviks diantaranya faktor hormonal, hubungan seks yang tidak sehat, kebersihan organ reproduksi yang rendah, memiliki banyak anak, dan gaya hidup tidak sehat. “Kanker serviks dapat dicegah dengan memperhatikan kesehatan reproduksi, rutin melakukan pemeriksaan seperti pap smear, menjaga hidup bersih dan sehat, serta hubungan seksual yang sehat,” terangnya.

Sementara itu, dr. Theresia Avilla Ririel Kusumosih, SpOG menjelaskan bahwa kanker serviks dapat dideteksi melalui gejala-gejala yang timbul seperti pendarahan vaginal yang abnormal, pendarahan kontak, keputihan vaginal yang abnormal, gangguan miksi, gangguan defekasi, nyeri di perut bagian bawah, dan limfedema. “Limfedema adalah pembengkakan yang umumnya muncul pada tangan atau kaki, karena sistem limfatik yang terhalang. Sistem limfatik ini merupakan bagian penting dari sistem kekebalan dan sistem sirkulasi tubuh, yang berfungsi membuang cairan berlebih dari dalam jaringan tubuh. Pada penderita kanker serviks, limfedema biasanya terjadi di bagian kaki,” lanjutnya.

Lebih lanjut dr. Theresia Avilla Ririel Kusumosih, SpOG mengatakan bahwa kanker serviks dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup sehat seperti memakan makanan bergizi seimbang, istirahat cukup, olahraga secara rutin, menghindari makanan yang banyak mengandung pengawet dan pewarna, serta melakukan vaksinasi HPV. “Deteksi dini kanker serviks dapat dilakukan  dengan metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) ataupun Pap Smear. Tes IVA merupakan pemeriksaan leher rahim yang bisa digunakan sebagai pendeteksi pertama. Ketika jaringan leher rahim memiliki sel kanker, maka biasanya jaringan akan terlihat luka, berubah menjadi putih, atau bahkan mengeluarkan darah ketika diberikan asam asetat. Sementara, jaringan leher rahim yang normal, tidak akan menunjukkan perubahan apapun,” pungkasnya.

Pin It on Pinterest

Share This