Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman agama, budaya, suku, dan bahasa. Keragaman tersebut tentunya menjadi kekayaan dan aset bangsa yang harus dijaga dan dirawat bersama. Oleh karena itu, Program Studi (Prodi) Studi Humanitas Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta berkolaborasi dengan Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS) menggelar acara Pameran dan Diskusi Fotografi dengan tema “Lintas Agama dari Mata Kamera”. Acara tersebut diadakan pada hari Rabu, 11 Desember 2024 di Ruang Seminar Pdt. Dr. Harun Hadiwijono UKDW.
Dalam sambutannya, Dra. Endah Setyowati, M.Si., M.A., Dosen Prodi Studi Humanitas UKDW menyampaikan karya fotografi, khususnya foto jurnalistik bisa menyampaikan pesan yang kuat untuk menginspirasi orang serta mengajarkan toleransi dan kerukunan beragama. “Dengan tema-tema lintas agama, foto adalah salah satu cara yang paling mudah untuk mengajarkan kerukunan. Foto-foto yang tidak hanya menampilkan ritual keagamaan saja, namun juga menyampaikan pesan tentang sikap toleransi dan kerukunan beragama,” ujarnya.
Adapun narasumber dalam acara diskusi fotografi ini adalah Vania Sharleen Setyono, M.Si.TEOL, Dosen Prodi Studi Humanitas UKDW dan Dr. Leonard Chrysostomos Epafras, Dosen, Peneliti, dan Trainer di ICRS. Vania menjelaskan fotografi adalah seni dan media visual yang kuat untuk menyampaikan pesan setiap aspek kehidupan yang beragam, termasuk tema interreligious. Dalam konteks agama, seringkali interreligious digambarkan lewat perjumpaan simbol dan ritual keagamaan namun dalam tema “Everyday Interreligious Engagement”, proses perjumpaan lintas iman digambarkan dalam keseharian dan bukan foto yang artificial. Melalui lensa kamera, wujud toleransi yang mendalam dapat dipotret dan menjadi pesan bahwa toleransi lintas agama sudah dan dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
“Fotografi bisa menjadi medium yang efektif dalam menggambarkan keindahan dan keragaman spiritualitas berbagai agama, serta peran pentingnya dalam memperkuat toleransi dan kerukunan antar umat beragama. Diskusi ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana agama direpresentasikan melalui medium fotografi dan bagaimana fotografi dapat menjadi jembatan pemahaman terkait interaksi lintas agama sehari-hari,” ungkapnya.
Vania berharap para mahasiswa sebagai generasi muda dapat memanfaatkan smartphone dan media sosial untuk mempromosikan kerukunan antaragama, toleransi, dan hal-hal baik lainnya.
Sedangkan Leonard mengatakan sebelumnya ICRS telah mengadakan kompetisi fotografi dengan tema “Everyday Interreligius Engagement”. Leonard menyebutkan foto dan kamera dapat menjadi instrumen pembelah, yang memisahkan. Menjadi kekuatan Anteros, Anti-Eros, dan mengamplifikasi dorongan narsis. Namun berpeluang menggambarkan zona perjumpaan dalam keseharian.
“Lewat event ini kami ingin menangkap momen interaksi keberagaman dan merekam kerukunan beragama yang terjadi dalam hidup sehari-hari, kemudian menyebarkannya ke khalayak umum. Kami ingin menangkap keseharian orang, pengalaman keagamaan yang alamiah, pengalaman yang real dialami dalam hidup,” tuturnya.
Dalam kesempatan tersebut, para peserta diberikan tantangan/challenge interaktif berhadiah. Setiap peserta yang hadir diminta untuk mengambil foto menggunakan smartphone mereka dengan topik keberagaman dengan durasi 5 menit. Ada 2 kelompok yang menang dan mendapatkan hadiah. Kemudian di akhir acara diumumkan pemenang tugas akhir terbaik kelas Pendidikan Agama yang diampu oleh Vania Sharleen. Video kelompok terbaik menampilkan hasil kunjungan dan wawancara di Masjid Gedhe Keraton Yogyakarta. “Ternyata jika generasi muda diberikan ruang untuk berkreasi dan memanfaatkan teknologi akan menghasilkan karya yang baik. Tugas kita sebagai dosen dan mentor hanya perlu membantu mengkurasi pengetahuan mereka,” ujar Vania selaku dosen pengampu sekaligus pembicara di kegiatan ini.