Studi identik dengan perjuangan, bahkan perjuangan yang keras. Dalam melaksanakan studi, semangat dan fokus menjadi penting. Selain itu, perlu berusaha kuat-kuat, berdoa kuat-kuat, dan berserah kuat-kuat. Perencanaan dalam studi memang penting, tapi berjalan tidak sesuai rencana juga harus ditempuh. Seperti itu ungkapan dari Pdt. Jeniffer Fresy Porielly Pelupessy-Wowor, M.A, dosen Pendidikan Kristiani di Fakultas Teologi Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta saat diminta bercerita tentang studinya di Fordham University, New York, Amerika Serikat . Studi lanjut di negeri orang memang tidak mudah, begitu jelas Pdt. Jeniffer. Ia mengawali percakapan dengan menceritakan bahwa studi lanjut yang ia jalani kebetulan juga bersama dengan keluarga yakni suaminya juga juga sama-sama menjalankan studi.
Bu Jen, begitu ia akrab disapa mahasiswanya, bercerita bahwa ketika menyusun jadwal belajar dan mengerjakan tugas, ia merasa sedang “akrobat” karena harus menyesuaikan jadwal semuanya, dimana hal itu juga dialami oleh sang suami di saat yang sama. Langkah dalam belajar perlu diperhatikan baginya. Setiap usaha dan doa dimaksimalkan dalam menghadapi situasi yang tidak mudah. Sebagai contoh ketika anak bungsunya dirawat di rumah sakit. Momen itu menjadi peristiwa yang berkesan bagi Bu Jen ketika studi. “Momen-momen itu membuat saya berefleksi bahwa doa dan usaha perlu dibarengi dengan penyerahan sepenuh-penuhnya pada Tuhan,” kata Bu Jen. Ketika menjalankan studinya, banyak hal diluar kendali, keteguhan hati serta dukungan berbagai pihak dirasakan Bu Jen. Di mana, Bu Jen mengupayakan dengan terus membangun komunikasi dengan keluarga, professor, dan rekannya dalam studi.
Bagi Bu Jen, waktu untuk diri sendiri alias me time itu penting. Tujuannya, supaya tetap fokus dan bersemangat. Bu Jen menceritakan, bahwa me time baginya adalah self care, di mana ada peran family time. Dalam percakapan dengan Koran Kampus, Bu Jen juga menceritakan tentang hobinya. Hobi itu bermanfaat dan menjadi momen untuk menikmati kebersamaan dengan keluarga. Bagi pecinta kain tenun dan batik dengan motif yang khas seperti Bu Jen, melihat dan belajar makna dari kain itu menjadi kelegaan tersendiri. Itu menjadi momen penguatan, di mana Bu Jen bisa merasakan jeda dan merasakan senang. “Di hari itu, saya benar-benar tidak menyentuh buku sama sekali dan membebaskan diri dari tugas-tugas perkuliahan,” ujar Bu Jen. Melakukan hobi, seperti mengamati kain motif, dilakukan Bu Jen sembari mencatat maknanya dan merawatnya. Selain itu, Bu Jen juga merasakan pentingnya kebersamaan dengan keluarga. Itu dikerjakannya dengan bermain bersama di belakang rumah hingga masak bersama. Melakukan kegiatan seperti itu bermanfaat ketika sedang mengalami penat studi. Implikasinya, merasakan rileks dan memunculkan perasaan bahagia serta syukur. Daya dari jeda berupa melakukan hobi itu, nantinya bermanfaat untuk tetap berpikir positif hingga melewati tantangan dan tuntutan selama studi doktoral di Fordham University.
Selain itu, Bu Jen juga baru saja mendapatkan kabar gembira. Bu Jen telah menerima penghargaan dari Presiden Fordham University, di mana Bu Jen menjadi member Alpha Sigma Nu (The National Jesuit Honor Society). Hal membanggakan lainnya, Bu Jen berhasil meraih IPK 4.00 sejak ia masuk hingga sekarang serta menjadi 15% top of the class. Prestasi itu kemudian dikompetisikan dengan seleksi ketat di fakultas tempatnya belajar hingga memperoleh rekomendasi dari dekan. Selanjutnya, akan ada seleksi hingga berkesempatan bergabung dengan honor society. Honor society adalah organisasi terhormat yang sangat penting dalam komunitas akademis karena mengakui keunggulan prestasi mahasiswa dan memberikan manfaat khusus bagi anggotanya. Manfaat yang diperoleh dapat berupa beasiswa, konferensi akademis, peluang untuk aktif di beberapa jurnal ilmiah dan komunitas riset baik dalam skala nasional maupun internasional. Alpha Sigma Nu (The Jesuit Honor Society) adalah satu-satunya honor society yang diizinkan menyandang nama Jesuit dan telah berdiri sejak tahun 1915. Sebagai member Alpha Sigma Nu, keberadaan mereka tidak hanya mementingkan prestasi akademis, kepemimpinan, integritas dan karya pengabdian di tengah masyarakat tetapi juga menekankan pentingnya memperdalam spiritualitas Ignasian.
Sebagai seorang pendeta, pengajar, dan sekarang sedang memperjuangkan studi, Bu Jen menekankan bahwa pasang surut dalam studi itu hal yang biasa. Menjadi penting untuk tidak mudah putus asa di tengah kesulitan. Lebih lanjut, Bu Jen memaparkan bahwa jangan sampai ada yang mengatakan tentang apa yang bisa dan tidak bisa kita lakukan. Bu Jen menyebutkan, “Kadang kesulitan itu bisa membuka peluang transformatif bagi hidup kita dan juga orang lain. Tetap fokus dan semangat sambil dengan rendah hati mengandalkan Tuhan!”. Setiap langkah dalam studi perlu dijalani dengan sebaik-baiknya. Sebagai bagian dari UKDW, Bu Jen merasa bangga dan bersyukur, di mana UKDW menjadi tempat berproses serta mendukung dalam studi. Harapan besar Bu Jen adalah perkembangan dalam proses pembelajaran. Di mana, ketika banyak dosen yang menempuh studi doktoral, tentu kualitas pengajaran akan semakin baik. Tentunya, berdampak pada mahasiswa serta seluruh sivitas akademika. “Pasti ada jalan di tengah kegelapan yang paling pekat sekalipun. Cahaya hikmat kiranya menerangi langkah kita,” ujar Bu Jen yang kini sedang mempersiapkan disertasinya tentang kajian pendidikan Kristiani dalam menghadapi persoalan femisida di Indonesia melalui femimemori dan pendekatan transgenerasional. (yap)