Yogyakarta ditetapkan sebagai kota batik dunia (World Batik City) oleh Dewan Kerajinan Dunia atau World Craft Council. Mempertahankan predikat tersebut merupakan sebuah tantangan tersendiri. Oleh karena itu, Kota Yogyakarta bertekad mengintensifkan penggunaan pewarna alam untuk menghasilkan batik yang ramah lingkungan, di mana hal ini menjadi salah satu kriteria predikat kota batik dunia.
Dengan semangat mempertahankan gelar Yogyakarta sebagai kota batik dunia, tim peneliti dari Fakultas Arsitektur dan Desain (FAD) Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) yang diketuai oleh Kristian Oentoro, S.Ds., M.Ds. bekerja sama dengan Bappeda Kota Yogyakarta menggelar pelatihan kewirausahaan dan keterampilan batik tulis pewarna alam di kawasan Embung Langensari selama tiga hari (4-6/7). Kegiatan ini merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan batik tradisional yakni aspek regenerasi perajin batik tulis.
“Selain lokasinya dekat dengan kampus UKDW, kawasan embung dipilih karena masyarakat sekitar memiliki cikal bakal menjadi perajin batik di tengah kota. Selain itu kawasan ini punya potensi untuk menjadi pusat wisata batik berbasis eco-tourism. Harapannya, keberadaan embung bisa memberikan dampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat,” papar Kristian Oentoro.
Tim peneliti beranggotakan Dr. Ing. Sita Y Amijaya, Tutun Seliari, M.Sc., dan Drs. Hendri Suprapto. Para peneliti berupaya mewujudkan sinergi antara pemerintah, akademisi, dan komunitas dalam memperkuat karakter kota Yogyakarta melalui sektor industri batik.