Soekarno pernah berkata “Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”. Dari perkataan Soekarno tersebut bisa dilihat bagaimana kekuatan seorang pemuda mengalahkan orang tua. Semangat orang muda sangat membara dan menggelora, serta masih mempunyai tenaga yang besar untuk melakukan tugas yang banyak sekalipun. Pemuda bisa menjadi aktif dan produktif ketika semangat dan antusiasmenya dapat tersalurkan dengan baik, akan tetapi berbahaya ketika hal yang sebaliknya terjadi. Di tengah kehidupan bangsa yang sedang menghadapi banyak godaan oleh karena isu-isu keberagaman yang ditolak, kita pemuda bangsa dipanggil untuk ikut ambil bagian dalam mengembangkan bangsa dan merawat kebhinekaan tersebut.

Di dalam cerita Alkitab ada seorang muda yang dipanggil untuk melayani bangsa Israel ditengah situasi yang buruk, ya, dialah Samuel. Samuel adalah seorang pelayan di Bait Allah yang mendengar panggilan Tuhan saat berumur 12 tahun menurut para penafsir. Masih sangat muda untuk ukuran pelayan Tuhan di Bait Allah. Samuel bertugas menjaga tabut Allah, dan memelihara lampu rumah Allah, yaitu mengisinya dengan minyak setiap sore, supaya tetap menyala sepanjang malam, sangat sederhana. Ia hidup ditengah suasana di mana kondisi bangsa yang sangat bobrok sehingga dijelaskan di pasal tiga ayat yang pertama bahwa penglihatan sangat jarang. Ini berarti bahwa Tuhan memang sedang tidak berkenan kepada umat-Nya waktu itu. Pada masa Samuel hidup, Israel berada dalam kondisi yang menyedihkan. Mereka hidup berbalik dari Tuhan dan melakukan apa yang benar di mata mereka sendiri.  Selain itu, Samuel juga hidup di tengah-tengah lingkungan yang melalaikan ketetapan Tuhan, seperti yang diperbuat oleh anak-anak imam Eli, Hofni dan Pinehas. Sebagai imam, mereka hidup bercela dan tak bermoral.

Selanjutnya kisah Samuel tidak hanya memotivasi dan menginspirasi kita belajar mendengar, tetapi juga belajar berbicara. Samuel kecil itu mendengar kebenaran yang pahit dari Tuhan, yaitu hukuman Tuhan kepada imam Eli yang membiarkan anak-anaknya (yang juga imam) mengkorupsi korban persembahan dan bermain seks di pelataran Bait Allah. Samuel belajar mengatakan kebenaran yang pahit itu kepada Eli, bapa rohani, guru yang sangat dihormatinya. (Mengharukan, seburuk-buruknya Eli, kita membaca bahwa imam tua itu mau mendengarkan kebenaran yang pahit yang disampaikan Samuel).

Hal ini menyadarkan kita bahwa sama seperti Samuel kita disuruh mengatakan yang benar bukan hanya kepada orang asing dan jauh dan karena itu tidak berdampak apa-apa kepada hidup kita, tetapi justru kepada orang yang sangat dekat dengan kita, memiliki pertalian darah dengan kita, kawan akrab kita, guru yang kita hormati, atasan, dan bahkan orangtua, atau kekasih kita sendiri. Samuel beruntung, sebab justru Eli yang mendesaknya mengatakan kebenaran. Namun kondisi kita bisa jadi lain. Orang yang kita hormati atau sayangi itu belum tentu suka atau ingin mendengar kebenaran. Namun Tuhan menyuruh kita tetap mengatakannya. Lantas bagaimana?

Banyak diantara kita sangat kritis kepada orang lain, namun sebenarnya sangat tidak kritis kepada diri sendiri, keluarga atau teman sendiri. Mengkritik orang lain itu baik dan sah, tetapi mampu dan mau mengkritik diri sendiri atau orang yang telah menjadi bagian hidup kita – itu jauh lebih baik dan berguna. Banyak orang berani menasehati orang lain tetapi enggan menasehati diri sendiri. Terlebih sebagai mahasiswa kita sering mengkritik pemerintah yang tidak becus menjalankan tugasnya, padahal tanpa kita sadari kita pun juga melakukannya, misalnya saja kita tidak mengerjakan tugas perkuliahan kita dengan baik dan sungguh-sungguh.

Pertanyaan selanjutnya, mengapa Tuhan memanggil Samuel? Karena Tuhan menghendaki Samuel menyampaikan firman-Nya kepada bangsa Israel untuk menyatakan diri-Nya, kehendak dan kedaulatanNya di tengah-tengah mereka. Tuhan memiliki rancangan khusus bagi setiap orang yang dipanggil-Nya, rancangan itu bukan terlaksana atas prakarsa dirinya sendiri, tetapi Allah sendiri yang  berkehendak  untuk  memilih serta  mengutusnya untuk  melakukan misi Allah ditengah-tengah dunia ini. Rancangan Tuhan itu harus terlaksana melalui hamba-hamba yang diutus-Nya. Manakala hamba itu kurang menghayati  panggilannya, Tuhan akan   memberi pengertian serta mengajarkan apa yang harus dikatakan hamba itu. Jadi apa yang dilakukan hamba itu tidak terlepas dari prakarsa Tuhan. Dalam nas ini  Samuel seorang pelayan di Bait Suci yang  hidupnya tidak terlepas dari ajaran Firman Tuhan, ia seorang hamba yang terus menerus mau belajar dan senantiasa menghormati Eli. Ia ditempa di lingkungan bait suci yang kesehariannya melayani umat Tuhan. Panggilan Tuhan kepada Samuel  bukan atas prakarsanya sendiri, walaupun pada awalnya dia berpikir panggilan itu bersumber dari Eli, namun pada akhirnya atas bimbingan Eli  ia diberi pengertian bahwa yang memanggilnya adalah Tuhan Allah.

Bagaimana dengan panggilan pada kita, apakah kita memperdulikannya atau tidak mau tahu atas panggilan itu? Panggilan Tuhan selalu bermakna untuk hidup yang lebih baik, sehingga mendengar dan melakukannya adalah bagian dari respon iman kita kepadaNya. Allah mengajar kita untuk senantiasa peka dan cermat mendengarkan suara Tuhan. Namun kehidupan sekarang yang semakin egois mempersulit pendengaran untuk tidak mau mendengar dan melakukan suara Tuhan. Kehidupan yang selalu diterangi oleh FirmanNya dan hidup yang selalu bersekutu kepada Tuhan memberi kita kepekaan dan kekuatan untuk dapat mendengar dan melakukan panggilan itu. Hidup kita  terus  belajar untuk dapat  mengaplikasikan panggilan itu, sebab  melaluinya  arah perjalanan hidup menjadi lebih terang dan jelas. Panggilan Tuhan itu mengarahkan kita untuk dapat memilih yang lebih baik, sehingga menghasilkan buah-buah yang baik. Panggilan Tuhan harus direspon dengan iman, dan setiap orang yang  dipanggil, dapat memberikan arah hidup yang lebih baik serta mampu   memberi  terang kepada sesamanya. Profesi atau pekerjaan kita masing-masing adalah bagian dari panggilan itu, sehingga perlu  kita meresponnya dengan baik serta mengerjakannya dengan  penuh tanggung jawab yang dapat berguna bagi kita dan bagi sesama.  Sebagai hamba dosen karyawan dan seluruh mahasiswa perlu  merenungkan serta menghayati panggilan itu dengan cara  melakukan pelayanan yang baik serta mempererat kasih persaudaraan, dengan hal tersebut menjadi suatu cara  mengembangkan panggilan itu sendiri.

Lalu bagaimana sikap kita dalam menghayati panggilan Tuhan? Kita perlu melakukan perenungan sebab  dengan merenung kita banyak menggumuli apa maksud dan kehendak Tuhan atas panggilan itu. Kemudian dilakukan secara praktik (praksis) yaitu mewujudkan  buah dari hasil perenungan tersebut yang kemudian menghasilkan karya nyata (produktif).  Panggilan bukan hanya mendengar tetapi melakukan dan akhirnya menghasilkan buah-buah yang baik. Kemampuan untuk mendengar adalah sesuatu yang perlu dipergumulkan, sebab dengan mendengar orang lebih mampu  memahami dan  memfokuskan diri. Namun terkadang kita lebih suka berbicara, daripada mendengar, kita lebih suka didengar daripada mendengar, lebih suka dipahami daripada memahami.  Samuel berusaha menajamkan pendengarannya terhadap panggilan Tuhan daripada panggilan lainnya, dia menghayati  panggilannya dengan mau belajar, membuka ruang dan waktu di dalam hatinya, dia sadar pada posisi seorang hamba yang senantiasa tunduk  atas perintah tuanya. Ketika tuan berbicara seorang hamba haruslah  mendengar dan memahami maksud dari perkataan tuan itu. 

Kita semua adalah hamba Tuhan, Dia adalah tuan atas seluruh hidup kita, Dia berkuasa atas semua yang ada pada kita. Jadi biarlah kita menjadi hamba yang taat pada Tuhan dengan mendengar dan melakukan perintahNya. Dalam panggilan Allah membuka ruang untuk hambaNya agar dapat  bertumbuh dan mengembangkan dirinya melalui potensi yang ada padanya untuk kemuliaan Tuhan. Mari kita sebagai orang-orang muda, mahasiswa generasi bangsa, siapkah kita dipanggil dan dipakai oleh Tuhan mewartakan kebenaran ditengah kondisi yang korup ini?

Tuhan memanggil Samuel karena Ia menghendaki Samuel menyampaikan firmanNya

kepada bangsa Israel untuk menyatakan diri-Nya, kehendak dan kedaulatan-Nya

ditengah-tengah mereka. Kita dipanggil menyampaikan kebenaran

ditengah bangsa Indonesia ini.

Pin It on Pinterest

Share This